Pages

Tuesday, October 8, 2019

8 Emiten Ini Bakal Masuk Indeks MSCI, Siapa Paling Layak?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebanyak empat dari delapan emiten di Bursa Efek Indonesia yang berpotensi masuk ke dalam indeks acuan global MSCI Indonesia berasal dari sektor telekomunikasi.

Dua di antaranya dinilai memiliki potensi besar untuk masuk yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL).

Konstituen atau anggota yang mengisi indeks MSCI Indonesia tersebut akan diumumkan pada 7 November dan akan efektif berlaku pada 27 November.


Kepala Riset PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) Sebastian Tobing dan timnya dalam riset Senin pekan ini (7/10/19) menilai ke-8 perusahaan yang sahamnya berpotensi masuk ke dalam indeks Morgan Stanley Capital International tersebut terdiri dari empat emiten telekomunikasi, satu ritel, tambang emas, satu kimia, dan satu properti.

Sebastian mengatakan empat emiten sektor telekomunikasi tersebut secara berurutan dari sisi besaran saham publik (free float) adalah PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), TBIG, EXCL, dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN).


Empat saham lain secara urutan adalah PT Aces Hardware Tbk (ACES), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Candra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA).

"TBIG dan EXCL baru keluar dari indeks tersebut, sehingga kami menilai [kedua saham tersebut] memiliki probabilitas yang tinggi untuk masuk ke dalam indeks tersebut," ujar Sebastian dan analis Trimegah Sekuritas Heribertus Ando dalam riset bertajuk 'MSCI Preview' tersebut.

Dari delapan saham tersebut, MDKA dan TOWR memiliki kemungkinan menengah untuk masuk ke dalam indeks tersebut. Di sisi lain, TPIA dan FREN dinilai sudah memiliki valuasi yang cukup mahal (demanding).

Valuasi rasio nilai perusahaan terhadap laba sebelum beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi-EBITDA (EV/EBITDA) menggunakan prediksi kinerja 2019 yang disetahunkan keduanya di pasar masing-masing dinilai sudah mencapai 24 kali dan 67 kali.

EV ialah Enterprise Value dan EBITDA ialah Earning Before Interest, Tax, Depreciation dan Amortisation. Jika EV dibagi dengan EBITDA maka menghasilkan rasio yang mencerminkan seberapa murah atau mahal satu saham, undervalue atau overvalue. Semakin kecil rasio EV/EBITDA, pertanda bahwa semakin murah sebuah perusahaan.


"Kami menilai kedua saham harus menguat 20% dalam 3 pekan ke depan untuk memastikan masuknya saham perusahaan ke dalam indeks MSCI."

Sebastian menilai investor sebaiknya memperhatikan indeks MSCI Indonesia karena sekarang ini sangat sedikit katalis yang dapat mendorong pergerakan saham di tengah likuiditas yang sedang mengering di pasar keuangan.

Dalam kajian (review) indeks MSCI Indonesia terakhir pada Mei, saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) sudah menguat 33% sejak masuk ke dalam indeks tersebut.

Di sisi lain, saham menara BTS milik Saratoga Capital yaitu TBIG sudah sempat mengalami kinerja pergerakan saham yang buruk (underperform) karena diprediksi akan keluar dari indeks tersebut, tetapi justru setelah dikeluarkan menawarkan valuasi yang sangat menarik dan membuka kesempatan membeli di harga murah. Setelah itu, Trimegah Sekuritas mencatat saham perseroan justru sudah naik 89%.

Jika ada yang masuk, tentu harus ada yang keluar. Begitu juga dengan indeks saham MSCI Indonesia.

Tim Trimegah Sekuritas menilai ada enam saham yang saat ini sudah masuk ke dalam indeks MSCI Indonesia yang berpotensi keluar.

Secara berturut-turut berdasarkan free float-nya adalah PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).


SCMA dan BBTN sudah masuk ke dalam daftar saham yang berpotensi keluar dari indeks yang sama dalam dua kali masa review MSCI Indonesia, sehingga dinilai memiliki probabilitas keluar paling tinggi dibanding empat saham lain.

PTBA dan PWON dinilai memiliki potensi tengah-tengah (medium) untuk keluar dari indeks, dan BSDE serta JSMR memiliki potensi yang lebih kecil.

Sebastian juga menilai saham SCMA dan BBTN yang masing-masing sudah turun 38,5% dan 28,35% sejak awal tahun masih disematkan rekomendasi untuk beli (BUY) di Trimegah Sekuritas. Bahkan, lanjutnya, SCMA memiliki potensi kenaikan lebih besar karena posisi harga sahamnya masih terdiskon 60% dari rerata valuasi rasio harga saham per laba (PE ratio) perseroan selama 5 tahun terakhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

(irv/tas)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/321pBh0
via IFTTT

No comments:

Post a Comment