Pages

Thursday, August 15, 2019

Saham BNLI Terbang, Saham OCBC Malah Amblas di SGX

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham Oversea-Chinese Banking Corporation Limited (OCBC Bank) di Bursa Singapura (Singapore Exchange) amblas hingga 3,60% di level S$ 10,70/saham saat ditutup pada perdagangan Kamis kemarin (15/8/2019).

Anjloknya harga saham salah satu bank terbesar di Asia Tenggara ini terjadi di tengah rumor bahwa perseroan tertarik mengakuisisi 90% saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) dengan nilai ditaksir mencapai US$ 1,9 miliar atau setara dengan Rp 26,79 triliun (asumsi kurs Rp 14.100/US$).

Sontak kabar ini memantik aksi jual atas saham OCBC. Data Singapore Exchange (SGX) mencatat, saat ditutup Kamis kemarin, saham OCBC amblas 3,60% di level S$ 10,70/saham atau setara dengan Rp 110.745/saham (asumsi kurs Rp 10.350/S$). Padahal di awal perdagangan Kamis pagi, saham perseroan sempat menembus S$ 11,10/saham.


Data perdagangan SGX dan Bloomberg mencatat volume saham OCBC diperdagangkan sebanyak 12,18 juta saham, dengan kapitalisasi pasar mencapai S$ 46,19 miliar atau setara dengan Rp 478 triliun.

Anjloknya saham OCBC juga memberi efek ke indeks Straits Times (STI) yang menjadi acuan di Bursa Singapura. STI akhirnya ditutup minus  0,68% di level 3.126,09.

Selain OCBC, saham lain yang menjadi pemberat indeks STI ialah saham DBS minus 1,16% di level S$ 24,70/saham, saham UOB amblas 2,89% di level S$ 25,15/saham dan saham Wilmar International anjlok 2,07% di level S$ 3,78/saham.

Berdasarkan informasi di pasar, OCBC Singapura dikabarkan akan membeli saham Bank Permata dari PT Astra International Tbk (ASII) dan Standard Chartered Bank yang saat ini masing-masing menggenggam 44,56% saham.

Rumor ini langsung 'dimakan' investor. Padahal, dari sisi kinerja, laporan keuangan semester I-2019 OCBC mencatat, Grup OCBC mampu mencetak rekor laba bersih sebesar S$ 2,45 miliar (sekitar Rp 25 triliun), meningkat 6% dari periode yang sama tahun 2018 yakni S$ 2,32 miliar.

Pendapatan bunga bersih perusahaan juga naik 9% menjadi S$ 3,12 miliar dari sebelumnya S$ 2,87 miliar didorong oleh pertumbuhan kredit dan kenaikan margin bunga bersih (NIM) sebesar 11 basis poin karena tingkat pengembalian aset yang lebih tinggi melampaui kenaikan biaya dana.

Di sisi lain, penurunan tajam saham OCBC ini berbanding terbalik dengan saham Bank Permata atau BNLI. Rumor yang mengemuka sejak Rabu kemarin di kalangan pelaku pasar ini membuat harga saham Bank Permata menguat signifikan.

Data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada penutupan Kamis kemarin, saham Permata ditutup melesat 11,92% menjadi Rp 1.080/saham dengan nilai transaksi Rp 364,37 miliar dan volume perdagangan 348,32 juta saham.

Kapitalisasi pasar Bank Permata mencapai Rp 30,29 triliun. Secara year to date (ytd) atau sejak awal tahun hingga Kamis kemarin, saham BNLI sudah terbang 72%. Bahkan investor asing kemarin masuk hingga Rp 50 miliar, kendati masih terjadi net sell (jual bersih) Rp 364 miliar.

Foto: Garap Bisnis Modal Ventura, NISP Dirikan Perusahaan (CNBC Indonesia TV)

Menanggapi informasi ini, Head of Corporate Communications Astra International Boy Kelana Soebroto enggan berkomentar lebih lanjut mengenai kabar tersebut.

"Kami tidak berkomentar terkait rumor yang beredar di pasar. Semua informasi atau fakta material tentang Bank Permata akan disampaikan kepada publik sesuai peraturan yang berlaku," kata Boy Kelana kepada reporter CNBC Indonesia, Kamis ini kemarin.

Pendapat senada juga disampaikan pihak Bank Permata. "Kami tidak dapat berkomentar seputar rumor market ini," ungkap Richele Maramis, Head Corporate Affairs Bank Permata.

Sebelum dipegang Standard Chartered dan Astra, Bank Permata merupakan hasil merger lima bank yaitu PT Bank Bali Tbk, PT Bank Universal Tbk, PT Bank Artamedia, PT Bank Patriot dan PT Bank Prima Ekspress pada 2002.

Sebelumnya, bank pelat merah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) juga dikabarkan berminat mengakuisisi BNLI. Namun, rencana ini dikabarkan kandas, menurut sumber CNBC Indonesia yang mengetahui rencana tersebut.

Pada Kamis ini, PT RHB Sekuritas Indonesia juga menaikkan prediksi harga wajar (target price/TP) saham BNLI di tengah spekulasi tawaran pembelian mayoritas saham oleh OCBC ini.

Head of Research RHB Sekuritas Henry Wibowo dan analisnya Ghibran Al Imran, dalam risetnya menaikkan target price harga saham BNLI menjadi Rp 1.300 dari sebelumnya Rp 1.185 dengan rekomendasi beli (buy).

TP tersebut didasari oleh valuasi rasio harga saham per nilai buku (P/BV) sebesar 1,4 kali-2,2 kali, berdasarkan prediksi nilai buku per saham-BVPS 2020).

Harga saham BNLI saat riset dibuat yaitu Rp 965/saham, berada pada valuasi P/BV FY2020 1,06 kali.

PBV ini adalah penilaian harga saham dengan nilai buku perusahaan. Biasanya, saham yang memiliki rasio PBV besar, memiliki valuasi yang tinggi (overvalue) sedangkan saham yang memiliki PBV di bawah 1 memiliki valuasi yang rendah alias undervalue.

"Dengan masuknya pesaing baru [dalam penawaran saham Bank Permata], harga penawaran dapat lebih kompetitif- yang menaikkan kemungkinan [akan dijual] di harga premium," ujar Henry dan Ghibran dalam riset tersebut.

Keduanya mengatakan OCBC berniat mengambil alih 90% saham BNLI dari pemilik lama yaitu Standard Chartered dan Grup Astra melalui Astra International. Di Indonesia, Grup OCBC sudah memiliki entitas bank yakni PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) melalui OCBC Overseas Investment Pte. Ltd dengan porsi saham mencapai 85,08%.

Sisa saham OCBC NISP dipegang direksi dan komisaris dan investor publik yang mencapai porsi 14,91%.
Jika akuisisi ini lancar, tim RHB Sekuritas menilai bank domestik milik OCBC yaitu NISP berpotensi digabungkan dengan BNLI dan akan menjadi bank dengan aset terbesar kelima di Indonesia.

(tas/sef)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2Z9djVq
via IFTTT

No comments:

Post a Comment