Pages

Sunday, September 1, 2019

Perang Dagang Makin Panas, Bursa Saham Asia Berguguran!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nyaris seluruh bursa saham utama kawasan Asia memulai perdagangan pertama di pekan ini di zona merah: indeks Nikkei jatuh 0,38%, indeks Hang Seng melemah 0,38%, indeks Straits Times turun 0,46%, dan indeks Kospi terkoreksi 0,34%. Sementara itu, indeks Shanghai masih bisa menguat, walaupun tipis saja yakni sebesar 0,02%.

Tereskalasinya perang dagang AS-China menjadi sentimen negatif yang membayangi perdagangan di bursa saham Benua Kuning pada hari ini. Kemarin (1/9/2019), AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.

Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar.

Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.

Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.

Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember.

Dengan eskalasi lebih lanjut terkait perang dagang kedua negara yang sudah resmi terjadi, dikhawatirkan keduanya akan semakin jauh dari yang namanya kesepakatan dagang. Pada akhirnya, kedua negara bisa mengalami yang namanya hard landing.

Untuk diketahui, pada tahun 2018, International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.

Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.

Sementara untuk China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2MPq0iC
via IFTTT

No comments:

Post a Comment