Ini diungkap oleh pemilik Grup Djarum sekaligus orang terkaya di Indonesia, Michael Bambang Hartono. Kepada CNBC Indonesia ia memberi tahu alasannya membeli klub bola sepak bola seri 3 Italia Como 1907.
"Nah itu tujuannya untuk membantu supaya PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) bisa berkembang nantinya, karena ini yang saya bina adalah junior 16 tahun ke atas," kata Bambang, saat dijumpai di Gedung DPP IKA Undip, Kamis malam (24/10/2019).
Saat ini yang dibina bisa mencapai 24 anak, semuanya sudah diseleksi dan dilatih di Inggris. "Kemudian karena hanya dapat visa 6 bulan, mereka harus keluar dari Inggris. Mereka enggak balik ke Indonesia, saya enggak mau. Rusak nanti mereka!"
24 anak binaan ini pindah ke Italia, di klub yang dibeli oleh Djarum. "Mereka tidak balik ke Indonesia, kalau balik ke Indonesia rusak. Setengah tahun di Inggris, setengah tahun di Italia. Dan mereka masih di sana, balik lagi nanti."
Harapannya, anak-anak yang dididik ini nanti bisa jadi pemain sepakbola yang tangguh bagi Indonesia."Asal tidak dikatakan eksploitasi anak oleh KPAI," tutupnya.
Grup Djarum melalui SENT Entertainment LTD diketahui mengakuisisi mayoritas saham klub sepak bola seri 3 Italia Como 1907. Kondisi keuangan klub yang tak sehat membuat harga jual klub tersebut tidak terlalu mahal.
Kita beli enggak sampai Rp 5 miliar. Istilahnya nebus di pegadaian," kata Mirwan Suwarso, perwakilan Mola TV yang merupakan salah satu usaha milik Djarum, dihubungi CNBC Indonesia, di Jakarta, Jumat (18/10/2019).
Setelah mengakuisisi Como 1907 Grup Djarum berencana akan melakukan pengembangan sepak bola untuk usia muda melalui Garuda Select.
Polemik dengan KPAI
Meski sempat berpolemik dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Grup Djarum tetap menggelar audisi calon atlet bulu tangkis dan diminati oleh masyarakat.
Bambang mengaku sempat sakit hati oleh pernyataan KPAI yang menyebut upaya eksploitasi anak.
Ia memang tampak kecewa dengan pernyataan KPAI soal audisi bulu tangkis yang disebut eksploitasi anak. "Kalau mau begitu silakan, saya tidak mau bina lagi. Kita bina bulu tangkis sudah 50 tahun, dari Tan Joe Hok, Lim Swie King, dan sebagainya. Hasil daripada kita mengharumkan nama bangsa dan pemerintahan Indonesia, merah putih."
Tapi kemudian disebut sebagai eksploitasi anak. "Sakit hati gak? 50 tahun loh, Anda digitukan. Saya tidak dibilang terima kasih, tapi malah dikatakan eksploitasi anak-anak."
Padahal, lanjutnya, tidak ada satupun atlet dan binaan yang diperbolehkan merokok. Jika ketahuan, tak segan akan langsung dipecat. Ini sudah ada di perjanjian. "Ini saya kembalikan saja kepada KPAI dah yang eksploitasi anak," ujarnya sambil menghela nafas.
Menurutnya, biar publik sendiri yang menilai apakah yang dilakukan itu termasuk eksploitasi atau tidak.
Ini yang dia khawatirkan juga di sepak bola, apalagi ia juga berencana untuk kembangkan bridge tapi khawatir dinilai KPAI mengajarkan judi. "Mati aku, haduh."
Baginya, memang pemikiran KPAI dan PB Djarum tidak sejalan dan susah untuk diajak bicara. Tapi ketika pihaknya ingin kembalikan audisi dan pembinaan kepada mereka, justru malah kalang kabut.
Ia mengatakan, pendidikan dan binaan ini dilakukan karena melihat banyak orang tua yang mengharapkan anaknya bisa menjadi pemain bulu tangkis yang menghasilkan bagi keluarganya dari segi keuangan dan mengharumkan nama bangsa. "Tapi itu malah disalahkan, kalau itu yang dikehendaki, ya sudah saya kembalikan."
(gus/gus)from CNBC Indonesia https://ift.tt/31KKv2U
via IFTTT
No comments:
Post a Comment