Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan kemarin kinerja pasar keuangan di Indonesia bisa dibilang lesu. Harga Obligasi bertenor 10 tahun mengalami penurunan harga sementara rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga melemah.
Yield Obligasi pemerintah 10 tahun naik 0,07% menjadi 7,05%. Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder sehingga ketika harga turun maka yield naik. Umumnya yield yang lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Sementara rupiah juga melemah 0,14% terhadap hard currency Dolar Amerika Serikat (AS) pada level Rp 14.068/USD, IHSG juga terpangkas 0,80% ditutup pada level 6.128.
Galaunya pasar keuangan Indonesia dikarenakan faktor global yang tak menentu, khususnya dari hubungan AS dengan China yang terkesan maju-mundur. Di dua pekan lalu China mengklaim AS telah sepakat membatalkan beberapa bea masuk, tetapi Presiden AS Donald Trump malah membantah hal itu dan menyebut China curang.
"Sejak China masuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2001, tidak ada negara yang memanipulasi atau memanfaatkan Amerika Serikat sebaik China. Saya tidak akan mengatakan "curang", tapi tidak ada yang lebih curang dari China, saya akan mengatakan itu" kata Trump, sebagaimana dilansir CNBC International.
Setelah membuat pelaku pasar kebingungan, akhirnya kabar gembira datang dari penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow. Larry menyebut negosiasi dengan Beijing berjalan konstruktif. Sekretaris Perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan pembahasan dengan China akan dilanjutkan melalui panggilan telepon pada hari Jumat (22/11/2019).
Meski hasil dari percakapan tersebut baru akan diketahui pada akhir pekan tetapi aura damai dagang bisa dirasakan investor sepanjang pekan ini. Seperti diketahui kedua belah pihak akan menuju pada perjanjian kesepakatan perdagangan fase satu.
Dari dalam negeri, pada penghujung pekan kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca dagang (trade balance) Indonesia surplus US$ 160 juta, jauh dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang meramal defisit neraca perdagangan sebesar US$ 300 juta.
Hal ini menjadi sesuatu yang baik bagi neraca keuangan Indonesia di awal kuartal keempat tahun ini, yakni dalam rangka mendorong data Neraca Pembayaran (Balance of Payment/BOP) menjadi surplus dan menjadi pijakan pelaku pasar dalam negeri untuk kembali masuk ke pasar modal.
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2CSdBDC
via IFTTT
No comments:
Post a Comment