Sebagian wilayah Hong Kong dipenuhi dengan kobaran api dan batu-batu sisa bentrokan. Masyarakat sulit beraktivitas normal, sebagian pusat bisnis tutup dan sekolah diliburkan.
Pada Senin (18/11/2019) pagi, untuk meredam meluasnya kerusuhan, polisi mengurung ratusan pendemo yang terpusat di sebuah di dalam Universitas Politeknik Hong Kong. Polisi membuat barikade kendaraan lapis baja dan meriam air untuk menekan para pengunjuk rasa.
Polisi bahkan mengancam akan menembakkan peluru tajam jika pendemo tidak berhenti menyerang petugas. Pada aksi yang terjadi akhir pekan, pendemo bukan hanya melempar bom bensin dan batu bata pada polisi, tapi juga panah.
Meski demikian, hal ini tidak mampu meredam amarah para pendemo. "Kami sudah terjebak di sini, itu sebabnya kami harus berjuang sampai akhir. Jika kita tidak bertarung Hong Kong akan berakhir," kata seorang pendemo Ah Lung (19) sebagaimana dikutip dari Reuters.
Demo Hong Kong merupakan cobaan berat bagi Presiden China Xi Jinping. Sejak kota itu kembali ke China dari Inggris di 1997, kekerasan kali ini benar-benar sulit dipadamkan.
Presiden China Xi Jinping memperingatkan bahwa protes di Hong Kong dapat mengancam prinsip "satu negara, dua sistem" yang mengatur kota semi-otonom tersebut.
Protes, yang awalnya menentang rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi, telah mendorong seruan yang lebih luas untuk demokrasi. Dalam komentar yang jarang diberikan soal Hong Kong, Xi mengulangi dukungan Beijing untuk pemerintah dan polisi Hong Kong.
"Menghentikan kekerasan dan mengendalikan kekacauan sambil memulihkan ketertiban saat ini adalah tugas paling mendesak bagi Hong Kong," katanya berbicara pada KTT di Brasilia sebagaimana dilansir AFP, Jumat (15/11/2019).
Unjuk rasa selama 5 bulan terakhir menyebabkan gangguan yang meluas di wilayah itu. Mahasiswa asing pun berbondong-bondong dipulangkan ke negara masing-masing.
(sef/sef)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2qZeibm
via IFTTT
No comments:
Post a Comment