Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,28% ke level 6.115,76.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga mengawali hari di zona hijau. Pada pembukaan perdagangan hari ini, indeks Nikkei terkerek 0,08%, indeks Shanghai naik 0,05%, indeks Hang Seng menguat 0,78%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,21%.
Lolosnya perekonomian Jerman dari resesi menjadi faktor yang mengerek kinerja bursa saham Benua Kuning. Kemarin (14/11/2019), pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi Jerman periode kuartal III-2019 diumumkan di level 0,1% secara kuartalan.
Untuk diketahui, pada kuartal II-2019 perekonomian Jerman terkontraksi 0,2% secara kuartalan. Jika pada kuartal III-2019 masih terjadi kontraksi, maka Jerman akan resmi memasuki periode resesi.
Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Melansir World Economic Outlook edisi April 2019 yang dipublikasikan oleh International Monetary Fund (IMF), Jerman merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kelima di dunia. Alhasil, lolosnya Jerman dari periode resesi praktis menjadi kabar positif bagi perekonomian dunia.
Di sisi lain, kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China yang semakin berwarna abu-abu menjadi faktor yang membatasi kinerja bursa saham Asia.
Kini, hubungan AS-China di bidang perdagangan terlihat semakin renggang dan penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu sepertinya masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.
CNBC International melaporkan bahwa AS sedang berusaha mendapatkan konsesi yang lebih besar dari China terkait dengan perlindungan kekayaan intelektual dan penghentian praktik transfer teknologi secara paksa.
Di sisi lain, Beijing dikabarkan enggan untuk memasukkan komitmen untuk membeli produk agrikultur asal AS dalam jumlah tertentu dalam teks kesepakatan dagang tahap satu. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa China setuju untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 50 miliar setiap tahunnya sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.
Perkembangan terbaru, Beijing kembali menegaskan bahwa AS harus menghapuskan bea masuk tambahan yang sudah dibebankan terhadap produk impor asal China jika ingin kesepakatan dagang tahap satu tercapai, sebuah hal yang masih enggan disetujui oleh pihak AS.
Perkembangan tersebut lantas melengkapi kabar negatif seputar perundingan dagang AS-China. Sebelumnya, Trump menegaskan bahwa AS akan menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China secara signifikan jika kesepakatan dagang tahap satu tak bisa diteken.
"Jika kami tak mencapai kesepakatan, kami akan secara signifikan menaikkan bea masuk tersebut," kata Trump dalam pidatonya di hadapan para peserta Economic Club of New York.
"Bea masuk akan dinaikkan dengan sangat signifikan. Hal ini akan berlaku untuk negara-negara lain yang juga memperlakukan kita dengan tidak benar," tambahnya.
Untuk diketahui, sejauh ini AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.
Pada perdagangan hari ini, pelaku pasar akan mencermati rilis data perdagangan internasional periode Oktober 2019 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Saat ini, konferensi pers dari BPS sedang berlangsung.
Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor mengalami kontraksi sebesar 9,03% secara tahunan, sementara impor diramal ambruk 16,02%. Neraca dagang pada bulan lalu diproyeksikan membukukan defisit senilai US$ 300 juta.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2KpjxYC
via IFTTT
No comments:
Post a Comment