Pages

Friday, November 15, 2019

Nilai Transaksi BEI Susut, Akibat Penertiban Saham Gorengan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai transaksi saham November yang sudah setengah jalan berpotensi menjadi bulan dengan nilai transaksi terendah tahun ini. Tiga penyebab utamanya adalah koreksi pasar yang beruntun, investor asing yang masih melepas saham, dan penertiban transaksi dan investasi.

Data transaksi pasar yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia menunjukkan bahwa rerata nilai transaksi saham harian bulan berjalan November hanya Rp 7,64 triliun, di bawah rerata harian tahun berjalan (year to date/YTD) hingga Jumat (15/11/19) Rp 9,3 triliun. Tahun lalu, rerata nilai transaksi harian hanya Rp 8,5 triliun dan Rp 7,6 triliun (pada 2017).


 

Hingga sore ini, nilai transaksi yang dibukukan pelaku pasar hanya Rp 6,01 triliun. Sepanjang November, nilai transaksi berada dalam rentang Rp 5,7 triliun-Rp 9,4 triliun. Di sisi lain, rerata nilai transaksi bulanan sejak Januari-Oktober berkisar antara Rp 8,22 triliun-Rp 12,13 triliun.

Ada tiga faktor utama yang dapat menjadi penyebab turunnya nilai transaksi tersebut. Pertama, nilai transaksi yang turun bertepatan dengan momentum koreksi pasar saham yang terjadi sepanjang November hingga 1,61% hari ini, turut membuat agresivitas pelaku pasar dalam bertransaksi cukup mengendur.

Turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bulan ini membuat kinerja indeks utama tersebut terkoreksi 1,07% sejak awal tahun. Apalagi, secara historis sepanjang 10 tahun ke belakang, tren pergerakan IHSG pada bulan-bulan November negatif. Sebanyak tujuh kali bulan September IHSG terkoreksi, sedangkan tiga lainnya berhasil positif.


Kedua, faktor investor asing yang masih menunjukkan aksi jual bersih di pasar reguler meskipun hari baru menunjukkan tanggal 15 dan hari bursa efektif baru 10 hari.

Tercatat, sepanjang November investor asing masih membukukan transaksi jual bersih Rp 3,59 triliun. Sejak awal tahun, investor asing baru mencatatkan aksi beli bersih pada Januari dan Juni, masing-masing Rp 10,66 triliun dan Rp 2,4 triliun. Sisanya memerah, atau berarti masih terjadi aksi jual bersih oleh investor asing.

Meskipun nilainya bukan merupakan yang tertinggi, tetapi pelepasan saham domestik oleh investor offshore menunjukkan turunnya selera mereka untuk membeli efek ekuitas Merah Putih, yang dapat diartikan cenderung mahal atau harganya naik dipacu ekspektasi yang berlebihan terhadap kinerjanya.

 

Selain dari koreksi pasar, faktor ketiga yang turut mendorong turunnya transaksi di pasar saham adalah penertiban transaksi dan penempatan portofolio semu di pasar oleh otoritas pasar modal sejak awal tahun ini. Menurut informasi pelaku pasar yang diterima Tim Riset CNBC Indonesia, penertiban ini sudah berjalan sejak awal tahun ini.

Arti 'semu' di sini bisa berarti banyak hal, dari mulai memperbaiki nilai portofolio fund manager yang jatuh dengan menambah pembelian saham yang telah dimiliki agar harga menguat, meningkatkan nilai transaksi agar mencapai target pendapatan dari fee transaksi, hingga goreng-goreng saham.

Penertiban dimulai dari pengetatan nilai wajar portofolio reksa dana terproteksi di awal tahun dan dilanjutkan dengan penghentian praktik pengelolaan produk yang portofolionya dibeli manajer investasi dari investor. Selain itu, terdapat juga pengetatan OJK dari sisi penghimpunan dana publik yang dijamin oleh saham emiten tertentu.

Akibat rangkaian penertiban praktik tersebut, sekuritas yang biasanya longgar dalam memberi batas pinjaman transaksi akhirnya turut mengetatkan peraturan internalnya, terutama terkait pemberian batas pinjaman transaksi (limit trading) pada saham-saham tertentu dan secara tidak langsung menyebabkan nilai transaksi perusahaan menciut.

Belum lagi, transaksi dari investor institusi yang sebelumnya relatif lebih longgar akhirnya menciut karena mereka tiarap di tengah penertiban transaksi dan investasi di pasar modal. Ini secara langsung maupun tidak langsung mengikis nilai transaksi pasar.

Sejatinya, praktik transaksi semu tersebut berlangsung cukup lama di pasar modal. Selain bertujuan memperbaiki nilai portofolio yang jatuh, trader melakukan praktik ini untuk mencapai target nilai transaksi harian yang dipatok oleh perusahaan sekuritas mereka, di tengah rendahnya fee transaksi jual-beli saham.

Kenapa fee transaksi bisa rendah, menjadi hanya 0,15%-0,25% hingga 0,25%-0,35% per transaksi beli dan jual? Jawabannya tak lain adalah perang harga antar sekuritas. Akhirnya, sekuritas-sekuritas menengah dan kecil harus memutar otak untuk memompa nilai transaksi agar dapat bertahan di pasar modal.

Di satu sisi, penertiban tersebut diharapkan menciptakan pasar yang sehat dan mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, di sisi lain otoritas bursa dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memberikan solusi atas persoalan fee transaksi yang kian kecil dan membuat broker melakukan "transaksi apapun" untuk meraih fee.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(irv/irv)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2XkKTEG
via IFTTT

No comments:

Post a Comment