Situasi bertambah parah saat para pemodal asing ikut menarik dana dari bursa saham domestik pada waktu yang sama dengan nilai net sell (jual bersih) yang tergolong besar hingga Rp 1,1 triliun.
Setidaknya ada empat isu besar yang menjadi sentimen negatif bagi IHSG dan sedang jadi perhitungan investor. Jika tidak ada perkembangan lebih lanjut dari isu-isu tersebut, bukan tidak mungkin IHSG kembali ke level 6.000.
Analis Senior Kresna Sekuritas Franky Riyandi Rivan menjelaskan salah satu sentimen yang mendorong IHSG lebih dari 2%, yaitu tekanan terhadap bursa saham Asia yang kemarin mayoritas merah dampak dari memanasnya perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China. Ini menjadi faktor pertama.
Lagi-lagi kicauan Presiden AS Donald Trump di Twitter menjadi pematik memanasnya hubungan dagang antar dua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut.
Pekan lalu, tepatnya Kamis (1/8/2019), Trump mengumumkan AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.
China pun panas dan angkat bicara terkait dengan serangan terbaru dari Trump. Beijing menyebut China tak akan tinggal diam menghadapi "pemerasan" yang dilakukan AS, serta memperingatkan akan adanya serangan balasan.
"Jika AS benar mengeksekusi bea masuk tersebut maka China harus meluncurkan kebijakan balasan yang diperlukan guna melindungi kepentingan-kepentingan kami yang mendasar," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari Reuters.
Jadi, menurut Rivan, tensi yang memanas antara AS-China membuat investor tak nyaman berada di pasar saham Asia.
"Pertama kita lihat dari regional emang sudah bleeding juga merespons isu perang dagang," kata Franky.
Lalu, lanjut dia, rilis angka pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin tak memberikan memberikan kejutan.
"GDP growth memang in-line saja dengan ekspektasi oleh karena tidak ada yang meredam peningkatan risiko di pasar saat ini," tambah Franky.
BPS mencatat ekonomi Indonesia kuartal II-2019 sebesar 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY). Walaupun sesuai ekspektasi, pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Angka pertumbuhan ekonomi ini menjadi isu kedua penekan IHSG.
Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi masyarakat Indonesia, sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Franky memperkirakan IHSG berpotensi ke level 6.000 sebagai level terendah.
"We are looking at 6.000 level to re-test," katanya.
Dalam situasi seperti ini, investor disarankan untuk melirik saham-saham berkarakter defensif dengan beta kecil. Misalnya BBCA, PWON dan GGRM.
Jelang penutupan perdagangan kemarin, investor asing tercatat melakukan net sell senilai Rp 859,5 miliar di semua pasar.
Kepala Riset Mirae Aset Sekuritas Hariyanto Wijaya juga menjelaskan alasan yang sama. Penurunan IHSG lebih dari 2% disejalan dengan koreksi di bursa saham regional.
Selain itu, tambah Hariyanto, investor kecewa dengan kinerja keuangan emiten semester I-2019 yang kurang memuaskan.
"Earnings Indonesian listed companies kurang bagus di pada kuartal II 2019," jelas Hariyanto.
Laporan keuangan yang kurang memuaskan jadi sentimen ketiga mendorong koreksi IHSG.
Lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2019 yang tetap di level 5,05% semakin berat untuk mencapai target pertumbuhan 2019 pada angka 5,2%.
Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan pelemahan yang terjadi pada indeks sejak kemarin pagi disebabkan karena pasar mengkhawatirkan terjadinya currency war. Apalagi saat ini renminbi terus mengalami pelemahan terhadap dolar.
"Terutama karena pelemahan Yuan China yang tembus di atas 7 terhadap dolar Amerika," kata Suria kepada CNBC Indonesia, Senin (5/8/2019).
Pelemahan yuan ini disebabkan karena ancaman Trump yang akan meningkatkan tarif dagang untuk US$ 300 miliar produk dari China yang saat ini belum dikenakan tarif. Tarif yang akan dikenakan senilai 10%.
Nah, currency war jadi faktor keempat yang bikin IHSG tak bisa berjalan di zona hijau.
[Gambas:Twitter] (hps/miq)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2M2VEc6
via IFTTT
No comments:
Post a Comment