Pages

Friday, August 9, 2019

Sempurna! Rupiah Jadi Jawara Mata Uang Asia Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa dikatakan cukup superior dalam sepekan perdagangan ini (5-9 Agustus). Kurs rupiah secara akumulatif pada perdagangan pasar spot di Bank Indonesia (BI) menguat sebesar 0,46% pada level Rp 14.185/$AS.

Jika disejajarkan dengan kinerja mata uang utama di Asia, rupiah menjadi juaranya, berikut data lengkapnya:


Rupiah sempat mengalami tekanan jual cukup dalam (sell off) pada perdagangan hari pertama pekan ini, seiring dengan rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh hanya sebesar 5,05% seperti diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Hal ini dimaknai negatif oleh pelaku pasar dengan cenderung melepas rupiah sehingga mengalami pelemahan 0,53%.

Pada hari kedua, Selasa, rupiah masih tertekan namun tipis saja hanya 0,07% karena masih terdampak sentimen penurunan pertumbuhan. Melihat rupiah yang mengalami penurunan drastis, pelaku pasar kembali mengoleksi rupiah sehingga rupiah kembali ke jalur penguatan bahkan mengalami penguatan tiga hari beruntun hingga menutup pekan.

Rupiah tetap bisa menguat meski ada sentimen negatif yang membayangi. Sentimen tersebut berasal dari rilis data Neraca Pembayaran Indonesia kuartal II-2019 pada akhir pekan perdagangan yang membukukan defisit US$ 1,98 miliar. Padahal pada kuartal sebelumnya, NPI mampu menorehkan surplus US$ 2,42 miliar.

Pos pada NPI yang menjadi sorotan utama yakni transaksi berjalan (current account), yang mana terjadi defisit US$ 8,44 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yaitu minus US$ 6,97 miliar (2,6% PDB).

Defisit NPI menandakan arus devisa di perekonomian nasional seret, lebih banyak yang keluar ketimbang yang masuk. Apalagi kemudian devisa jangka panjang dari ekspor barang dan jasa, yang dicerminkan dari transaksi berjalan, mengalami defisit yang lebih parah.


Semestinya ini menjadi sentimen negatif yang tidak main-main bagi rupiah. Tanpa bantalan devisa yang memadai, rupiah sulit untuk stabil. Bahkan kemungkinan melemah cukup besar.

Akan tetapi, sepertinya pasar keuangan Indonesia imun terhadap sentimen ini. Pertama, mungkin investor sudah memasukkan faktor defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang memburuk ke dalam perhitungan mereka. Istilahnya sudah priced in.

Kedua, meski transaksi berjalan terus defisit, pelaku pasar bisa jadi berharap pasokan devisa dari kamar sebelah, yaitu transaksi modal dan finansial, akan tinggi ke depannya. Ini bukan harapan kosong, karena memang ada potensi arus modal tetap akan deras masuk ke pasar keuangan Indonesia.

Dalam 2 hari terakhir, sudah empat bank sentral yang menurunkan suku bunga acuan yaitu Selandia Baru, India, Thailand, dan Filipina. Tidak hanya di negara-negara tetangga, bahkan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diperkirakan kembali menurunkan suku bunga acuan bulan depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(yam/tas)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2YKbM9b
via IFTTT

No comments:

Post a Comment