Pages

Tuesday, October 22, 2019

Menteri Jokowi Dilantik, Ekonomi RI Mungkin Bakal Seperti Ini

Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru akan mengumumkan susunan kabinet Jokowi-Ma'ruf pada Rabu (23/10/2019). Namun, sejak Senin kemarin sejumlah tokoh yang diperkirakan akan masuk dalam jajaran kabinet jilid II, telah merapat ke Istana Kepresidenan Jakarta.

Salah satu yang hadir ke Istana adalah saingan utama Jokowi dalam pemilihan presiden, yaitu Jenderal Prabowo Subianto. Mantan calon presiden dari partai Gerindra itu kemungkinan akan menjabat sebagai menteri pertahanan.

Menurut laporan Citi Indonesia, masuknya Prabowo dalam jajaran kabinet akan menjadikan koalisi partai-partai pro-pemerintah akan memimpin mayoritas, yaitu setidaknya menguasai 74% suara di parlemen.

"Jadi, dalam hal satu partai besar atau dua partai kecil mengingkari suara, koalisi masih akan berada di atas angin," tulis laporan itu. "Ini bisa berarti bahwa reformasi legislatif yang tidak populer, misalnya revisi undang-undang ketenagakerjaan, akan memiliki peluang yang jauh lebih tinggi untuk disahkan."

Namun, hal buruknya, tata kelola dan kepastian peraturan (yang penting untuk foreign direct investment/FDI) akan kurang jelas.

"Ini mengingat kemungkinan jumlah kelompok kepentingan yang lebih tinggi di kabinet." Jelas laporan itu.

Selain Prabowo, salah satu tokoh yang hadir ke Istana Kepresidenan kemarin adalah Sri Mulyani Indrawati. Mantan Managing Director World Bank ini bertemu langsung dengan Jokowi di Istana Negara, Selasa.

"Pak Presiden minta saya sampaikan ke media untuk tetap menjadi Menteri Keuangan," kata Sri Mulyani di Istana Negara setelah bertemu Jokowi.

Berdasarkan hal itu, Citi memproyeksikan Indonesia akan tetap menganut kebijakan fiskal yang hati-hati.

Dalam laporan itu, juga disebutkan bahwa prospek perlambatan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2020 dapat menyebabkan risiko kekurangan fiskal yang semakin meningkat. Sehingga, seberapa besar defisit anggaran dapat berpotensi akan tergantung pada kebijakan diskresioner Kementerian Keuangan.

"Basis kasus kami adalah defisit fiskal naik menuju 2,1% - 2,3% dari PDB pada tahun 2020, lebih tinggi vs target resmi 1,8%. Ini didasarkan pada narasi bahwa Kemenkeu akan memiliki pemimpin teknokratis yang dapat menerima beberapa tingkat stimulus fiskal tetapi pada akhirnya dapat menarik garis terhadap kecenderungan pemborosan fiskal." Jelasnya.

"Pengangkatan kembali Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan menegaskan narasi ini, meskipun kabinet sekarang berpotensi memiliki lebih banyak kelompok kepentingan vs pada tahun 2014."

Lebih lanjut, laporan itu mengatakan bahwa pengangkatan kembali Sri Mulyani juga dapat berarti bahwa reformasi pajak akan berjalan tanpa gangguan.

(sef/sef)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2MH7Y0J
via IFTTT

No comments:

Post a Comment