Pages

Monday, November 4, 2019

IHSG Kembali Tertekan, Data Ekonomi Jadi Harapan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar saham harus pegangan kemarin ketika bursa saham secara mengejutkan ditutup terkoreksi lagi, menggenapi koreksi 3 hari terakhir secara beruntun.

Pelemahan terjadi setelah di awal perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menguat secara meyakinkan, tetapi kemudian menjelang tutup minum di tengah hari malah terkoreksi dan tidak kembali ke zona hijau lagi jingga penutupan pasar. Alhasil, indeks berakhir memerah dengan turun 0,43% menjadi 6.180,34 pada akhir jam perdagangan kemarin (4/11/19).

Pelemahan terutama disebabkan melemahnya lima indeks sektoral yang dipimpin oleh memerahnya indeks properti 1,81% dan barang konsumsi 1,48%, yang diikuti sektor aneka industri, pertambangan dan keuangan yang juga melemah.


Di sisi lain, empat sektor masih mampu menghijau dan menahan pelemahan IHSG, yang dimotori sektor agrisbisnis 1,77% dan infrastruktur 1,25%. Dua sektor lain yang juga menguat adalah industri dasar dan perdagangan.


 

Sebanyak 202 saham menguat, 227 saham turun, dan 137 saham bergerak stagnan. Nilai transaksi harian sebesar Rp 8,05 triliun dan kapitalisasi pasar yang terbentuk Rp 7.229,14 triliun.

Koreksi yang terjadi kemarin di pasar sayangnya telah membuat posisi IHSG ditekan hingga kembali ke bawah posisi akhir tahun lalu, tepatnya masih lebih rendah 0,23% daripada posisi akhir tahun lalu 6.194. Dengan kata lain, setelah indeks menggeliat naik dan turun pada periode 10 bulan lebih hingga menyentuh level 5.826 dan 6.547, tetapi akhirnya tersungkur juga.

Padahal, tidak ada sentimen khusus yang membuat pasar terkoreksi, sehingga pasar diduga sedang grogi dan mengambil posisi lebih awal dan melakukan aksi ambil untung (profit taking) sembari menunggu bacaan data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 dalam negeri yang akan diumumkan siang ini (5/11/19).

Meskipun indeks acuan utama pasar saham domestik tersebut melemah, ada secercah harapan. Investor membukukan aksi beli bersih (nett foreign buy) cukup signifikan kemarin.

Meski indeks melemah lantaran aksi profit taking investor domestik, beli bersih investor asing dicatatkan hingga Rp 240,33 miliar di seluruh pasar dan Rp 196,03 miliar di pasar reguler saja. Pasar reguler biasanya dijadikan acuan karena sudah mengecualikan transaksi negosiasi dan pasar tunai yang relatif kurang mencerminkan transaksi organik.

Aksi beli bersih asing memang menjadi salah satu indikator ketertarikan investor luar negeri terhadap saham dan juga terhadap risiko dan prospek ekonomi di dalam negeri. Tidak banyak aksi beli bersih asing yang sudah terjadi di pasar saham domestik sejak awal tahun. Tercatat, hanya satu dari total 10 bulan yang mengalami beli bersih asing.

Apalagi dari global justru lagi menjadi saksi fase mesra-mesranya a la-a la drama Korea dari hubungan politik Amerika Serikat (AS)-China yang sebelumnya mencekam.

Sentimen positif dari global tersebut masih membuat pasar surat utang negara (SUN) diburu dan menguat kemarin. Penguatan harga ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) tiga dari empat seri acuan. Seri acuan yang paling kondang yaitu FR0078 yang bertenor 10 tahun kemarin mengalami penguatan dan menekan yield-nya hingga tepat berada di level psikologis 7%, seperti yang ditunjukkan data Refinitiv.

Tiga seri lain yang menjadi acuan pasar tahun ini adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Penguatan juga masih disertai derasnya aksi beli investor asing di pasar obligasi rupiah pemerintah. Kepemilikan investor asing di pasar obligasi mencapai angka cantik Rp 1.060 triliun pada akhir pekan lalu, 1 November 2019.

Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu menunjukkan jumlah dana asing di pasar surat utang negara (SUN) mencerminkan masuknya dana asing senilai Rp 6,34 triliun sejak pekan sebelumnya, atau Rp 1,89 triliun dibanding posisi sehari sebelumnya atau akhir Oktober. 

Penyebab utama tentu adalah penurunan suku bunga acuan baik di tingkat global maupun domestik sehingga mampu memicu kenaikan harga obligasi hingga mampu dengan gagah berani membentuk tren positif hingga saat ini, dan membuat instrumen utang pemerintah itu semakin seksi di mata investor.

Apalagi, damai dagang yang semakin mendekat di depan mata serta menjauhnya ancaman resesi dunia turut membuat investor asing semakin bernafsu masuk ke pasar efek utang yang diterbitkan Kementerian Keuangan.

Buktinya di depan mata. Langkah kenaikan harga obligasi semakin sangar sepanjang Oktober dan mendukung pertumbuhan keuntungan instrumen investasi tersebut sepanjang tahun yang masih melanjutkan tren yang masih menanjak.

Untuk Oktober saja, data indeks Indobex Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) menunjukkan kenaikan hasil investasi (return) investor obligasi pemerintah pada periode Oktober mencapai 2,23%. Indeks tersebut naik ke 267,62 pada akhir Oktober dari posisi 261,78 di akhir bulan ke-9.

Return SUN tersebut dihitung dari potensi pendapatan kupon yang diterima investor secara berkala dan potensi keuntungan dari selisih harga instrumen efek utang yang diterbitkan pemerintah. SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.

Dari sisi harga dan tingkat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah di pasar sekunder pada periode yang sama, data Refinitiv menunjukkan bahwa yield SUN seri acuan mengalami rerata penurunan 95 basis poin (bps), atau 0,95%. Artinya, terjadi penurunan yield dengan besaran yang hampir 1% untuk masing-masing serinya.

Hari ini, pelaku pasar SUN kemungkinan besar akan mencermati lelang perdana seri FR0083 dan beberapa seri lain dalam lelang rutin yang akan digelar Kementerian Keuangan di siang hari. Seri baru tersebut akan menjadi seri acuan tenor 20 tahun mulai tahun baru nanti.

Kemarin, penguatan pasar obligasi juga didukung oleh penguatan rupiah dengan pergerakan positif hingga membawa rupiah terapresiasi 20 poin (0,14%) ke Rp 14.010/dolar AS. Penguatan tersebut sebenarnya patut diacungi jempol karena dolar AS justru menguat terhadap enam mata uang utama dunia kemarin hingga naik menjadi 97,55 dari posisi 97,23, yang diwakili oleh Dollar Index.

Dollar Index dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya, yang dibentuk dari posisi greenback, sebutan lain dolar AS, terhadap enam mata uang yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/36BKnWX
via IFTTT

No comments:

Post a Comment