Pages

Friday, November 15, 2019

Utang China di Mana-mana, Scary!

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut total utang global menyentuh rekor terbaru yaitu mencapai US$ 188 triliun. Kalau dirupiahkan, nilainya kira-kira Rp 2,64 juta triliun. Wow.
"Jumlah ini adalah 230% dari output perekonomian dunia. Beban utang ini bisa membebani laju pertumbuhan ekonomi. Beban utang akan membuat pemerintah, korporasi, sampai rumah tangga mengetatkan ikat pinggang," kata Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF, seperti diberitakan AFP.

Oleh karena itu, Georgieva menegaskan bahwa utang harus dikelola secara berkelanjutan (sustainable). Termasuk membuat prosesnya lebih transparan dan mempersiapkan skema restrukturisasi, terutama kepada para kreditur non-tradisional.

Banyak kalangan menilai kreditur non-tradisional yang dimaksud Georgieva adalah China. Ya, Negeri Tirai Bambu memang telah dan sedang gencar memberi utangan kepada berbagai negara terutama untuk pembangunan infrastruktur dalam kerangka Belt and Road Initatives, ambisi membangun Jalur Sutera modern.

World Pension Council (WPC) mencatat kebutuhan pembiayaan infrastruktur di Asia saja mencapai US$ 900 miliar per tahun selama 10 tahun ke depan. Ini adalah peluang yang dibaca oleh China.

Ada beberapa contoh negara yang mendapat utangan besar dari China. Pertama Pakistan, yang pada 2013 menyepakati proyek China-Pakistan Economic Corridor (CPEC). Mega proyek ini ditaksir bernilai total US$ 62 miliar yang dibiayai oleh China Development Bank, Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang diinisiasi oleh China, Silk Road Fund, dan Industrial and Commercial Bank of China.

Meski nilai total proyek CPEC adalah US$ 62 miliar, tetapi TopLine Securities (perusahaan sekuritas di Pakistan) memperkirakan bahwa total utang yang harus dibayar mencapai US$ 90 miliar. Setiap tahun, pembayaran utang untuk proyek CPEC diperkirakan rata-rata US$ 3,7 miliar hingga 2030.

Kedua adalah negara tetangga Pakistan yaitu Srilanka. Salah satu proyek China di sana yang mendapat sorotan adalah Pelabuhan Magampura Mahinda Rajapaksa.

Pelabuhan ini mulai beroperasi pada November 2010, dan 85% pembangunannya dibiayai oleh Exim Bank of China. Pada 2016, Pelabuhan Magampura Mahinda Rajapaksa hanya mampu memperoleh laba operasional US$ 1,81 juta, tidak cukup untuk membayar utang kepada pihak China.

Akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengalihkan hak operasional pelabuhan kepada China Merchant Port Holdings selama 99 tahun. Kesepakatan ini membuat pemerintah menerima dana US$ 1,4 miliar tetapi harus digunakan untuk membayar utang kepada China.

[Gambas:Video CNBC]

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2NS7mWp
via IFTTT

No comments:

Post a Comment