Pages

Tuesday, November 12, 2019

Yaelah! Baru Juga IPO, 3 Emiten Ini Udah Masuk Saham Gocap

Jakarta, CNBC Indonesia - Pencatatan saham (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) bukan jaminan saham perusahaan tersebut langsung melejit. Di tengah dinamika pasar modal, bisa jadi saham perusahaan yang baru melepas saham perdana atau initial public offering (IPO) juga terjerembab ke level terendah dalam perjalanannya.

Data perdagangan BEI mencatat, hingga Selasa kemarin (12/11/), sebanyak tiga perusahaan masuk ke deretan saham 'gocap' alias saham di harga terendah Rp 50/saham setelah tercatat di papan perdagangan bursa. Bahkan dari ketiganya, satu emiten masuk saham 50 padahal baru tercatat 2 bulan di BEI.

Ketiga saham tersebut yakni PT Capri Nusa Satu Properti Tbk (CPRI) yang listing pada 11 April 2019 (7 bulan), lalu PT PT Bliss Properti Indonesia Tbk (POSA) pada 10 Mei 2019 (6 bulan) dan terakhir PT Bhakti Agung Propertindo Tbk (BAPI) yang tercatat pada 16 September lalu (2 bulan).


Selasa kemarin, saham CPRI mentok di level Rp 50/saham. Saat listing di papan pengembangan BEI, harga penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) yang dipatok yakni di level Rp 125/saham.


Kemudian saham CPRI saat itu melejit 20% ke level Rp 150/saham, lalu terkerek kembali hingga 60% ke level Rp 202/saham. Artinya dengan level gocap, saham emiten properti ini sudah ambles 60%.

CPRI melepas 683,37 juta saham atau sebesar 28,08% dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor penuh, sehingga dana yang diraih perusahaan dalam IPO ini mencapai Rp 85,42 miliar.

Dana hasil IPO tersebut sebesar 40% akan dimanfaatkan Capri Nusa untuk menyelesaikan proyek convention centerdan perkantoran di Jatiwaringin, Jakarta Timur.

Adapun 50% dana IPO untuk mendanai pembangunan resor dan spa berstandar internasional di Nusa Penida, Bali. Sisa dana 10% untuk modal kerja.

Sementara itu, saham POSA juga mentok di level Rp 50/saham. Pada penutupan Selasa (12/11/2019, saham POSA turun 1,96% di level Rp 50/saham, dengan nilai transaksi 425,02 juta dan volume perdagangan 8,49 juta saham.


Saham perusahaan yang dimiliki juga oleh Michael Riady, generasi ketiga konglomerasi bisnis Grup Lippo ini, juga sempat meroket dan ramai diperbincangkan oleh pelaku pasar. Bahkan BEI melakukan penghentian sementara saham POSA dan Waran Seri I POSA dua kali tahun ini yakni pada 1 Agustus dan 8 Agustus lalu.

Saat listing perdagangan 10 Mei lalu, saham POSA yang juga dimiliki pelaku pasar modal, Benny Tjokrosaputro (Bentjok) ini, sempat naik 33,33% ke Rp 200/saham saat pencatatan perdananya sebelum akhirnya mengalami auto reject atas. Saham ini dibuka di harga IPO yakni Rp 150/saham, anjlok 67% hingga saat ini.

Laporan keuangan per September 2019 mengungkapkan, perusahaan tergabung dalam kelompok usaha Posa Grup. Entitas induk perusahaan adalah PT Bintang Baja Hitam dan Bentjok sebagai ultimate shareholder.

Berikutnya yakni PT Bhakti Agung Propertindo Tbk (BAPI) yang tercatat di papan pengembangan BEI pada Senin 16 September lalu. Saat listing kala itu, saham emiten properti ini melesat 20% ke Rp 180/saham saat pencatatan perdana, sahamnya dibuka di harga Rp 150/saham.

Data perdagangan BEI mencatat, pada penutupan Selasa (12/11), saham BAPI stagnan di level Rp 50/saham atau ambles 67% dari harga IPO. Bahkan tak ada transaksi dalam sebulan terakhir di saham ini menurut catatan perdagangan BEI. Saham ini terakhir diperdagangkan di level Rp 50/saham, dengan kapitalisasi pasar Rp 279,59 miliar.

Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISSI) Sanusi menyoroti pencatatan saham baru alias IPO di BEI yang kualitasnya berkurang sehingga beberapa saham baru justru ambles ke level terendah padahal baru tercatat di papan perdagangan.

Bahkan, beberapa di antaranya justru terkena pengawasan khusus karena harga sahamnya dan volume perdagangan naik dan turun signifikan di luar kebiasaan (unusual market activity/UMA).


"Pasar parah sekali, berapa puluh saham IPO dalam beberapa tahun terakhir, 20 tahun saya di pasar modal, tapi nilai transaksi harian berapa? sekitar Rp 5-6 triliun terus," kata Ketua MISSI Sanusi, dalam talkshow di CNBC Indonesia, Selasa (12/11).

Sebab itu, pihaknya meminta BEI dan OJK meningkatkan penegakan aturan hukum sehingga pihak-pihak yang bermain dalam hal transaksi semu yang menyebabkan saham 'digoreng' bisa diberi sanksi tegas.

Dalam UU Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 91 disebutkan bahwa setiap pihak dilarang melakukan tindakan langsung maupun tidak langsung dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar atau harga efek di bursa efek.

Pasal 104 juga menyebutkan setiap pihak yang melanggar Pasal 91 diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan juga denda sebesar Rp15 miliar.

Simak deretan saham tidur di BEI

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/32FORJc
via IFTTT

No comments:

Post a Comment