Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu menjadi pekan kelabu bagi bursa Indonesia menyusul koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 1,45% menjadi 6.070,76. Koreksi terjadi bersamaan dengan turunnya nilai transaksi harian (sepanjang November) menjadi Rp 7,4 triliun/hari.
Rerata nilai transaksi itu melorot 21,71% dari rerata transaksi harian sepanjang tahun ini yang berkisar Rp 9,46 triliun/hari dan bahkan masih di bawah rerata nilai transaksi tahun lalu Rp 8,5 triliun/hari dan tahun 2017 senilai Rp 7,6 triliun/hari.
Jika indeks acuan bursa turun tetapi nilai transaksi relatif tak berubah, problemnya bersifat temporer yakni pada sentimen pasar yang sedang buruk, tetapi mudah berbalik setiap saat. Namun jika nilai transaksi harian yang turun, dalam rentang waktu sebulan, maka ada problem perdagangan fundamental di bursa yang perlu diperhatikan.
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, penurunan itu terjadi di tengah gencarnya aksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menertibkan saham-saham gorengan yang ditengarai banyak ditransaksikan dengan menggunakan portofolio investasi reksa dana dan dana pensiun.
Kita tentunya perlu mendukung penertiban ini untuk membuat transaksi saham di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi lebih sehat dan berkelanjutan, meski berkonsekuensi pada , "normalisasi" nilai harian karena semakin sedikit pihak yang melakukan "transaksi gorengan".
Memasuki Desember ini, kita layak berharap nilai transaksi di BEI berbalik naik, menyusul tren historis dalam industri reksa dana berupa window dressing. Di bulan terakhir inilah perusahaan manajer investasi (MI) melakukan aksi pembelian saham-saham yang menjadi aset dasar (underlying asset) produk reksa dana yang mereka rawat.
Praktis, aksi window dressing tersebut akan mengada dalam bentuk aksi melibatkan triliunan dana publik terhadap saham-saham unggulan yang sudah dipegang para MI tersebut. Tujuannya adalah agar harga saham-saham tersebut naik, yang akhirnya berujung pada peningkatan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana mereka.
Sekilas memang mirip dengan aksi goreng. Namun bedanya, kali ini yang digoreng atau dimasak adalah saham-saham berfundamental positif yang memang memiliki landasan atau dasar kuat untuk mengalami kenaikan harga. Ibaratnya, menggoreng makanan bergizi, dan bukan menggoreng plastik.
Isu fundamental yang bakal menjadi alasan bagi aksi window dressing tersebut untuk hari ini, Senin (2/12/2019) di antaranya adalah rilis data inflasi dan Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia (per November).
Aksi korporasi juga bakal dicermati, terutama untuk saham-saham yang akan membagikan dividen pekan ini, seperti PT Sepatu Bata Tbk (BATA), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Secara bersamaan, angin buruk perang dagang Amerika Serikat (AS)-China masih bakal menerpa. Namun demi melihat fakta bahwa IHSG tertekan sepekan lalu akibat faktor non-fundamental seperti yang disebutkan di atas, ada harapan bahwa minggu ini adalah saatnya IHSG-atau lebih tepatnya MI-untuk "balas dendam" menyamakan kedudukan.
from CNBC Indonesia https://ift.tt/35WAWjF
via IFTTT
No comments:
Post a Comment