Pages

Monday, July 15, 2019

Data Ekonomi Hijau dan Harga Minyak Anjlok: Semoga Bawa Berkah

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mengawali perdagangan pekan ini dengan penuh semangat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan harga obligasi pemerintah seluruhnya menguat.

Sentimen domestik berkontribusi besar untuk bantu mengerek kinerja pasar keuangan Tanah Air kemarin, di antaranya Jokowi Effect dan rilis neraca perdagangan bulan Juni.

Kemarin (15/7/2019), sepanjang perdagangan IHSG tak pernah sekalipun mampir di zona merah. Dibuka menguat 0,55% ke level 6.408,31, bursa saham utama Indonesia memperlebar penguatannya dan berhasil finis dengan melejit 0,7% menjadi 6.418,23.


Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,6% dibanding posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu ke level Rp 13.915/US$.

Rupiah berhasil berada di posisi terkuat sejak 7 Juni 2018 dan torehan penguatan 0,6% adalah apresiasi terbesar sejak 31 Mei 2019.

Kemudian, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 8,1 basis poin (bps) ke 7,122%. Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.

Faktor domestik memang sedang mendukung IHSG cs. Ada dua sentimen besar yang membuat pelaku pasar berbondong-bondong masuk ke instrumen beresiko berbasis rupiah.

Sentimen pertama adalah Jokowi Effect terkait rekonsiliasi presiden terpilih 2019-2024 Joko Widodo (Jokowi) dengan mantan rivalnya Prabowo Subianto, serta paparan arah kebijakan pembangunan Jokowi lima tahun ke depan.

Pada Sabtu (13/7/2019) untuk pertama kalinya pascapemilu, Jokowi dan Prabowo bertemu. Tensi politik yang memanas kurang lebih setahun kini sudah dingin dan pertemuan tersebut mengindikasikan demokrasi Indonesia yang semakin matang dan sehat.

Terlebih lagi, tidak terdapat banyak kejutan atas arah kebijakan pembangunan Jokowi untuk masa bakti keduanya. Jokowi menyampaikan dalam lima tahun ke depan akan berfokus pada lima hal, yaitu infrastruktur, sumber daya manusia, investasi, reformasi birokrasi, dan optimalisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Faktor ketidakpastian dari sisi politik sudah gugur. Investor sudah mendapat gambaran jelas arah kebijakan Jokowi dan tidak perlu cemas lagi atas potensi rusuh politik dalam negeri. Jadi wajar jika arus modal terus mengalir deras ke pasar keuangan Indonesia.

Sentimen kedua adalah rilis data perdagangan internasional Indonesia yang kembali mencatatkan surplus bulan lalu.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor Juni turun 8,98% secara tahunan, lebih dalam ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memproyeksi penurunan 8,3% year-on-year (YoY). Sedangkan impor tercatat tumbuh 2,8%, lebih baik dari konsensus yang memperkirakan koreksi 5,26% YoY.

Dengan demikian, bulan lalu, neraca dagang membukukan surplus senilai US$ 196 juta, yang berarti surplus dua hari beruntun. Sayangnya, capaian surplus tersebut di bawah ekspektasi konsensus yang senilai US$ 516 juta.

(BERLANJUT KE HALAMAN DUA) (dwa/dwa)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2jY2jI9
via IFTTT

No comments:

Post a Comment