Pages

Monday, August 5, 2019

Dampak Currency War, Bursa Singapura Tersungkur!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama Singapura kembali melanjutkan koreksi pada pembukaan perdagangan hari ini, Selasa (6/8/2019), setelah Senin kemarin ditutup anjlok hingga 2,04% dan membukukan koreksi 4 hari beruntun.

Indeks Straits Times (STI) dibuka terperosok 1,07% menjadi 3.160,26 poin yang merupakan angka terendah sejak Juni 2019. STI terus melemah seiring dengan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang awalnya hanya sekedar tarif masuk, menjadi perang mata uang.

Data pasar menunjukkan dari 30 saham yang menghuni indeks acuan bursa saham Singapura tersebut, sebanyak 1 mencatatkan kenaikan harga, 28 saham melemah, dan 1 saham tidak mencatatkan perubahan harga.


Bursa saham global, tidak terkecuali Singapura, semakin tertekan setelah Washington menuduh Beijing sebagai manipulator mata uang di saat, perang dagang antara AS dan China terkekskalasi.

Negeri Paman Sam menuduh Negeri Tiongkok memulai perang mata uang (currency war) karena kemarin nilai tukar yuan terhadap dolar AS menyentuh CNY 7/US$. Level tersebut terakhir dicatatkan saat krisis keuangan global pada tahun 2008, melansir Reuters.

"Bank sentral China (People's Bank of China) telah memungkinkan renminbi jatuh ke level terlemah dalam satu dekade sebagai respons dari ketegangan perdagangan," ujar Ekonom Senior China di Capital Ekonomics, dikutip dari CNBC Indonesia.

Dari perkataan tersebut, secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa pelemahan yuan tidak sepenuhnya dikarenakan mekanisme pasar, ada peran bank sentral China. Tindakan tersebut dilakukan untuk memperkuat ekspor China, karena ini berarti barang asal China menjadi lebih murah.

China Memanipulasi Mata Uangnya, Straits Times TersungkurFoto: Wakil Perdana Menteri China Liu He berjabat tangan dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin di luar kantor Perwakilan Dagang AS di Washington, AS, (9/5/2019). (REUTERS / James Lawler Duggan)

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan pada Senin (5/8/2019) bahwa pemerintah telah memutuskan China memanipulasi mata uangnya dan Washington akan melibatkan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) untuk menghilangkan persaingan tidak adil dari Beijing, dilansir Reuters.

Manipulasi nilai tukar yuan tersebut besar kemungkinan dipicu oleh keputusan Presiden AS Donald Trump yang akan mengenakan tarif impor 10% atas produk asal China senilai US$ 300 miliar yang akan mulai diterapkan per 1 September 2019.

Dengan terekskalasinya perang dagang dan depresiasi yuan, semakin menekan perekonomian Singapura. Pasalnya, perang dagang yang memanas berpotensi menyebabkan penurunan permintaan. Sedangkan yuan yang terdepresiasi mengakibatkan barang ekspor Singapura ke China menjadi jauh lebih mahal.

Pada hari ini tidak ada rilis data ekonomi dari Singapura.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(dwa/tas)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2KtguOr
via IFTTT

No comments:

Post a Comment