"Presiden masih sedang mempertimbangkan, mau hilirisasi (nikel) ini dipercepat atau tidak," kata Jonan kepada CNBC Indonesia di Tembagapura, Minggu (18/8).
Jonan menegaskan soal kemungkinan bisa atau tidak adanya percepatan larangan ekspor bijih nikel, ia mempersilakan tanya ke Presiden Jokowi langsung. Namun, ia menegaskan saat ini ketentuan ekspor bijih nikel belum ada perubahan.
"Ini kan masih didiskusi, ikuti peraturan yang sudah ada saja. Saya nggak tahu silakan tanyakan ke presiden,"katanya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sempat mengatakan, pemerintah akan mempercepat aturan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah yang sebelumnya dipasang tahun 2022. Selama ini bijih nikel dengan kadar di bawah 1.8% masih dibolehkan diiekspor karena kadar tersebut belum bisa diolah di Indonesia.
Luhut sempat berjanji akan segera mengumumkan percepatan larangan tersebut.
"Tunggu saja ya kapan diumumkan. Intinya itu kita akan hilirisasi semua. Kita akan percepat," kata Luhut di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/8/2019).
Luhut yakin, percepatan batasan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah bisa dilakukan karena seiring pabrik pemurnian alias smelter tanah air bisa menyerapnya.
"Ya Bisa lah kita. Nggak ada masalah. Sangguplah kita," tegasnya
Sampai dengan 2018, smelter yang sudah bisa beroperasi baru separuh dari target pemerintah yang sebanyak 57 smelter, atau baru ada 27 smelter yang sudah bisa beroperasi
Kementerian ESDM saat ini terus mengejar target hilirisasi mineral melalui pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter). Seiring dengan berakhirnya masa relaksasi ekspor komoditas mineral mentah yang harusnya di 2022, ditargetkan akan ada 57 smelter yang sudah beroperasi dalam waktu 3 tahun lagi. (hoi/hps)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/33IVImE
via IFTTT
No comments:
Post a Comment