Pages

Tuesday, August 6, 2019

Legaaa! Akhirnya Ada Kabar Baik untuk Pasar Keuangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Awan kelabu masih terus membayangi pasar keuangan dalam negeri. Setidaknya hingga kemarin.

Pada penutupan perdagangan Selasa (6/8/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,91% ke level 6.119,47 dan menandakan pelemahan hari keempat secara beruntun. Jika ditotal, koreksi IHSG dalam empat hari perdagangan terakhir mencapai 4,24%.

Pada saat yang sama, nilai tukar rupiah melemah 0,07% terhadap dolar AS dan bertengger di posisi Rp 14.260/US$. Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor acuan 10 tahun naik 4,1 basis poin menjadi 7,66%.

Perlu diketahui bahwa pergerakan harga dan yield di pasar obligasi akan berbanding terbalik. Kala yield naik, artinya harga sedang turun karena marak aksi jual. Berlaku pula sebaliknya.

Panasnya bara perang dagang Amerika Serikat (AS)-China masih menjadi faktor yang membuat investor kabur dari pasar saham Benua Kuning.

Kemarin, China mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS pada awal September mendatang dengan mengonfirmasi pemberitaan bahwa perusahaan-perusahaan asal China akan berhenti membeli produk agrikultur asal AS.

Selain itu, Kementerian Perdagangan China juga membuka kemungkinan untuk mengenakan bea masuk baru bagi produk agrikultur asal AS yang sudah terlanjut dipesan setelah tanggal 3 Agustus.

Langkah yang diambil oleh pemerintah China diambil setelah pada Kamis (1/8/2019) Trump mengumumkan rencana pengenaan bea masuk baru sebesar 10% bagi produk China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September 2019. Produk-produk tersebut sebelumnya belum terdampak perang dagang.

Lebih parah, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi lebih dari 25%.

Selain itu masih ada pula kekhawatiran akan meletusnya perang mata uang (currency war).

Seperti yang telah diketahui, pada hari Senin (5/8/2019), Bank Sentral China (People Bank of China/PBOC) menetapkan nilai tengah mata uangnya di level CNY 6,922/US$ yang merupakan terendah sejak 3 Desember 2018. Sementara pada akhir perdagangan kemarin kurs yuan ditutup pada level CNY 7,03/US$ yang merupakan posisi paling lemah sejak Maret 2008.

AS meradang dan menuding China sebagai manipulator kurs. Bahkan Kementerian Keuangan AS akan membuat laporan resmi ke Dana Moneter Internasional (IMF).

"Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan berkoordinasi dengan IMF untuk menghapus kompetisi tidak adil yang dilakukan oleh China. Sebagaimana disebut dalam laporan kepada Kongres, China punya sejarah panjang memfasilitasi pelemahan nilai tukar melalui intervensi dalam skala besar di pasar keuangan. Dalam beberapa hari terakhir, China sudah mengambil langkah konkret untuk mendevaluasi mata uang," papar keterangan tertulis Kementerian Keuangan AS.

Jika kemudian China, AS, dan negara-negara lain melakukan devaluasi mata uang secara kompetitif, maka perang mata uang resmi berlangsung. Tidak ada lagi yang namanya mekanisme pasar. Ini tentu sangat berbahaya.

Risiko perekonomian yang membuncah akibat kemungkinan eskalasi perang dagang AS-China yang berkelanjutan dan perang mata uang membuat investor asing semakin enggan bermain di aset-aset berisiko.

Hingga akhir sesi perdagangan kemarin, investor asing membukukan jual bersih sebesar Rp 2 triliun di pasar reguler.

BERLANJUT KE HALAMAN 2>>> (taa/taa)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2OI1Msg
via IFTTT

No comments:

Post a Comment