Salah satu upaya yang sedang dijajaki perseroan adalah mengundang mitra strategis. Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan sedang berkomunikasi dengan tiga mitra strategis, yaitu Posco, Nippon Steel, dan Osaka Steel.
Menurut Silmy, KRAS sedang melakukan studi kelayakan atau feasibility study untuk mengoptimalkan produksi dan kapasitas produksi Krakatau Steel akan digenjot menjadi 10 juta ton.
"Secara paralel kita bicara dengan ketiganya untuk bagaimana mengoptimalkan peran dalam kerja sama-kerja sama selama ini," ungkap Silmy kepada CNBC Indonesia, Jumat (2/8/2019).
Ia menambahkan, selain menggenjot produksi baja, kerja sama tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan penggunaan teknologi terkini serta menambah produk-produk untuk bisa memenuhi standar baja untuk industri otomotif, perminyakan, dan gas.
Apalagi, kata Silmy, perkembangan baja untuk industri otomotif nasional tumbuh signifikan pun demikian halnya untuk untuk minyak dan gas yang terkenal dengan safety-nya.
"Jika restrukturisasi lancar, maka tahun 2020 kita akan wujudkan konsep industri 4.0 di Krakatau Steel," katanya menambahkan.
Ada kemungkinan para investor strategis tersebut masuk lewat mekanisme rights issue tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) pada kuartal IV-2019.
KRAS sudah mengantongi izin dari Dewan Perwakilan Rakyat menerbitkan HMETD sebesar 10% dari modal yang ditempatkan perseroan. Namun belum disebutkan target dana yang akan dihimpun dalam aksi korporasi tersebut.
Upaya ini, lanjut Silmy, sejalan dengan upaya KRAS melakukan restrukturisasi utang dan memperbaiki kinerja perseroan.
"Fokus sekarang melakukan restrukturisasi utang dan bisnis, bagaimana kita mengoptimalisasi anak usaha. Paling cepat Kuartal IV tahun ini (rights issue)," kata Silmy beberapa waktu lalu.
Pekan lalu, KRAS melaporkan kinerja semester I-2019, yang kembali merah. Kerugian mencapai US$ 134,95 juta atau setara Rp 1,89 triliun. Nilai tersebut bengkak delapan kali lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya yang merugi US$ 16,01 juta atau setara Rp 224,17 miliar.
Pendapatan perusahaan anjlok 17,82% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi US$ 702,05 juta atau setara Rp 9,83 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Pada semester I-2018, KRAS mencatatkan pendapatan sebesar Rp 11,96 triliun.
Lebih lanjut, berbeda dengan dua pos beban di atas, beban umum, beban keuangan, dan beban lainnya justru meningkat.
Hingga akhir Juni 2019, beban umum dan administrasi naik 6,94% secara tahunan menjadi US 81,81 juta. Lalu, beban keuangan membukukan kenaikan 25,74% YoY menjadi US$ 62,07 juta. Sedangkan beban lainnya tercatat melesat 71,13% YoY ke level US$ 11,71 juta.
Kondisi keuangan yang sulit ini mau tak mau harus segera ditangani. Saran untuk mengundang investor strategis tersebut juga datang dari Tanri Abeng, Menteri Negara Pendayagunaan BUMN periode 1998-1999.
Manajer satu miliar tersebut menyarankan agar KRAS mencari mitra strategis baru guna memulihkan kinerja perusahaan yang saat ini didera persoalan rugi beruntun tujuh tahun dan utang mencapai di atas Rp 30 triliun.
"Kalau KS, ini kesalahan strategi. Zaman saya [1998-1999], strategi kami waktu itu cari strategist partner, karena butuh teknologi tinggi, membutuhkan modal tinggi dan management world class, jadi saya katakan belum [waktunya] masuk pasar modal, kita cari strategi partner," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (2/8/2019).
Oleh karena itu, Tanri menekankan beberapa poin bagi KRAS yakni bagaimana sokongan pendanaan yang memadai, teknologi, investasi, kemitraan strategis, dan manajemen pengelolaan yang tepat dan mengerti industri. Dia menyebut, strategi KRAS lebih tepat untuk mencari mitra karena investor luar lebih mapan dari sisi teknologi dan pendanaan.
Ketika masih menjabat Menteri BUMN, Tanri memang berencana menjalin kemitraan dengan Mittal Steel Company dari India, yang pada Juni 2006 mengakuisisi perusahaan baja lainnya, Arcelor dan menjadikannya sebagai ArcelorMittal.
"Kalau Mittal masuk pada saat itu, KRAS bisa jadi [perusahaan baja] yang terbesar, tapi itu tidak dilakukan. Apa yang dilakukan adalah go public [masuk bursa] tapi manajemen tidak dibenahi, kemampuan tidak ada, teknologi tidak masuk, terus terang KRAS masih berdarah-darah," katanya.
[Gambas:Video CNBC] (hps/miq)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2Keuwo8
via IFTTT
No comments:
Post a Comment