Pages

Wednesday, August 14, 2019

Sebelum Trading, Simak Kabar Aksi Korporasi dari Emiten

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan Rabu (15/8/2019) dengan penguatan sebesar 0,72% ke level 6.255,51, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan dengan memperlebar penguatannya menjadi 0,91%, ke level 6.267,34.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona hijau: indeks Nikkei menguat 0,98%, indeks Shanghai naik 0,42%, indeks Hang Seng bertambah 0,08%, dan indeks Kospi terapresiasi 0,65%.

Sebelum perdagangan hari ini, Kamis (15/8/2019) dibuka, cermati aksi dan peristiwa emiten berikut ini yang dihimpun dalam pemberitaan CNBC Indonesia:

1.Pelanggan Susut, Telkomsel : Karena Aturan Registrasi Kartu
Emiten telekomunikasi pelat merah, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) mencatatkan penurunan jumlah layanan pengguna pada semester pertama tahun ini. Jumlah pelanggan layanan data di jaringan Telkomsel, anak usaha perseroan, turun 17,4% menjadi 111,2 juta pelanggan pada semester I-2019 dari semester I-2018 yakni 134,7 juta pelanggan.

Penurunan ini seiring dengan total pelanggan Telkomsel yang juga melorot 5,7% menjadi 167,8 juta pelanggan dari periode yang sama tahun lalu 177,9 juta pelanggan. Padahal, pada periode 6 bulan pertama ini, pendapatan dan laba Telkomsel naik, begitu pun dengan jumlah menara BTS (base tranceiver station) yang bertambah.

Vice President Corporate Communications Telkomsel, Deni Abidin menilai, penurunan jumlah pelanggan itu disebabkan oleh program pembatasan registrasi kartu prabayar yang sedang berjalan. Aturan ini, hanya membolehkan pengguna memiliki tiga operator untuk satu Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Pelanggan Telkomsel terkoreksi dengan program registrasi prabayar yang berjalan, namun hal ini berdampak sangat baik kedepannya karena kita bisa jauh memanage pelanggan lebih baik lagi dan berdampak positif bagi industri secara umumnya," kata Deni Abidin, kepada CNBC Indonesia, Rabu (14/8/2019).

2. Siap IPO, Emiten Properti di Ciledug Ini Bidik Dana Rp 336 M
Bursa Efek Indonesia (BEI) akan kedatangan satu emiten properti lagi setelah PT Bhakti Agung Propertindo Tbk menggelar penawaran awal penjualan saham perdana (initial public offering/IPO) mulai Rabu 14-21 Agustus mendatang. Harga IPO yang ditawarkan dalam bookbuilding ini yakni Rp 150- Rp 200/saham.

Dalam prospektus yang dirilis perusahaan di media massa Rabu ini, perusahaan properti yang berbasis di Tangerang, Banten, ini akan melepas sebanyak-banyaknya 1.677.522.000 atau 1,67 miliar saham. Besaran ini mewakili 30% dari modal ditempatkan dan disetor penuh perusahaan.

Dengan rentang harga Rp 150-200/saham, maka dana IPO yang akan dikantongi perusahaan ini maksimal mencapai Rp 335,50 miliar. Sebagai penjamin emisi atau underwriter, perusahaan menunjuk PT MNC Sekuritas.

Perseroan juga akan menerbitkan maksimal 1.342.017.600 atau 1,34 miliar Waran I yang menyertai saham yang ditawarkan atau sebanyak 34,3% dari total saham ditempatkan dan disetor penuh. Waran yang merupakan pemanis bagi investor pembeli saham IPO ini memiliki jangka waktu pelaksanaan 3 tahun.

Waran I ini bernilai nominal Rp 50/saham dengan harga pelaksanaan belum ditentukan.

3.Rating APLN Tambah Jadi Sampah & Kesulitan Likuiditas
Lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings (Fitch) memutuskan untuk menurunkan peringkat utang PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) sebanyak 3 notch dari 'B-' menjadi 'CCC-' dikarenakan tidak memiliki likuiditas cukup untuk membayar utang perusahaan yang segera jatuh tempo.

Sebagai informasi, peringkat 'B-' dan 'CCC-' keduanya masuk dalam kategori tidak layak investasi atau spekulatif. Peringkat 'B' diberikan jika terdapat resiko gagal bayar, tapi titik marjin aman perusahaan masih terjaga. Sedangkan peringkat 'CCC' mengindikasikan peluang riil akan adanya potensi gagal bayar.

Sebelumnya pada 15 Mei 2019, Fitch telah menurunkan peringkat utang APLN dari 'B' ke 'B-'.

Berdasarkan laporan Fitch yang dirilis 17 Juli 2019, APLN dianggap gagal mengumpulkan dana yang cukup dari perbankan lokal untuk membiayai kembali Rp 1,3 triliun obligasi domestik perusahaan dan Rp 1,3 triliun utang sindikasi yang jatuh tempo antara Juni 2019 dan Januari 2020.

APLN awalnya berencana untuk mengumpulkan dana mencapai Rp 2,6 triliun, tapi akhirnya dana yang didapat hanya sebesar Rp 750 miliar.

4.Pak Dirjen! Agar Lebih Likuid, BEI Minta Pajak ETF Dihapus
Otoritas bursa terus berupaya meramaikan pasar exchange traded fund (ETF) dengan bauran insentif baik dari segi penghapusan biaya transaksi maupun fiskal.

Bursa Efek Indonesia akan membahas mengenai rencana insentif penghapusan pajak bagi instrumen efek berupa Kontrak Investasi Kolektif (KIK) seperti Dana Investasi Real Estate (DIRE), Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA) dan ETF dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pekan depan.

"Awal minggu depan sudah ada rencana audiensi dengan Direktorat Jenderal Pajak," ungkap Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, Hasan Fawzi di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/8/2019).

ETF adalah kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya dicatat dan diperdagangkan di bursa efek seperti halnya saham.

Menurut Hasan, BEI berkeyakinan, seharusnya instrumen ini dibebaskan dari unsur pajak final, sehingga transaksinya bisa lebih likuid. Saat ini, Kemenkeu memberlakukan tarif final untuk transaksi bursa 0,01%.

5.AirAsia Siap Rights Issue
Maskapai penerbangan PT AirAsia menyatakan siap menambah modal melalui mekanisme hak memesan efek terlebih dahulu (PHMETD) atau rights issue pada akhir November atau awal Desember tahun ini. Rights issue ini sekaligus untuk memenuhi ketentuan jumlah saham publik beredar atau free float AirAsia yang belum mencapai 7,5%.

Data Bursa Efek Indonesia mencatat, saham AirAsia yang dimiliki publik (floating share) hanya 1,59%. Saat ini saham perusahaan tengah dihentikan sementara perdagangan (suspensi) oleh BEI lantaran AirAsia belum memenuhi ketentuan free float sebesar 7,5% sesuai dengan aturan bursa.

Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan mengkonfirmasi, pihaknya sedang merealisasikan rencana HMETD tersebut. "Akhir November atau awal Desember," kata Dendy, kepada CNBC Indonesia, Rabu (14/8/2019).

Dendy menyebut, AirAsia berpeluang menawarkan rights issue dengan jumlah saham beredar lebih dari 6% untuk memenuhi free float 7,5%.

"Minimal bisa memenuhi ketentuan tapi kami berharap bisa lebih dari itu," kata Dendy menjelaskan. (hps/hps)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2KKYGOR
via IFTTT

No comments:

Post a Comment