Ketua Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI), Rudiyono, mengungkapkan sebanyak 90% produk unit sepeda dan bahan baku saat ini berasal dari China. Menurutnya, kondisi ini berkaitan dengan perjanjian ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).
"Memang Taiwan ada juga disini, tapi porsinya tidak signifikan, 90% lebih berasal dari China. Kita terkena dampak oleh produk China disebabkan banyak hal, yang kami rasakan karena ACFTA, ini membuat kami terpukul," kata Rudiyono dalam program talkshow Profit, CNBC Indonesia, Jumat (27/9/2019).
Pelaku usaha menjadi kesulitan bersaing akibat derasnya impor unit sepeda dari China. Memang, Indonesia mampu memproduksi 60% komponen sepeda, namun untuk bahan baku seperti aluminium, Indonesia ternyata masih harus impor.
Dalam PMK 26/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ACFTA, diatur bahwa bea masuk atas impor barang dari China untuk sepeda roda dua dan tiga tidak bermotor (HS 8712) sebesar 5%. Besaran tarif ini, menurut Rudiyono, juga sama untuk bea masuk komponen dan bahan baku sepeda.
"Idealnya harga BM (bea masuk) komponen lebih rendah dari barang jadinya. Ini supaya bisa masuk ke pasar, kita membuat impor lebih menguntungkan. Minimal harusnya sama. Kita membuat dengan bahan baku dari luar, menjadi produk jadi, minimal sama supaya kompetitif," ucapnya.
Rudiyono menambahkan rintangan lain ada pada kebijakan kepabeanan yang dianggapnya timpang tindih dan tidak harmonis. Ditambah lagi persoalan UMR (upah minimum regional) dan besaran pesangon juga tidak ideal untuk industri sepeda nasional.
"Kebijakan kepabeanan yang timpang dan enggak harmonis, kemudian dari segi tenaga kerja juga, industri sepertinya enggak dalam kondisi ideal, terkait UMR, terkait pesangon," tambahnya.
Masih ada peluang untuk industri sepeda bangkit. Rudiyono memprediksi permintaan sepeda dalam negeri pada tahun ini akan meningkat mencapai 7 juta unit dari tahun sebelumnya sekitar 6,5 juta unit. Ia berharap pemerintah terlibat untuk mengurai persoalan industri sepeda nasional.
"Sepanjang iklim usaha kayak gini kita tetap bergantung [impor]. Kalau China memikirkan global, mereka enggak memikirkan diri sendiri, mereka memikirkan kebutuhan dunia, jadi skala ekonominya besar. Kalau kita skala ekonominya masih kecil. Sepanjang kita tidak bersama pemerintah, agak susah, jadi ketergantungan dengan komponen impor," ujarnya.
(sef/sef)from CNBC Indonesia https://ift.tt/2mT8b6E
via IFTTT
No comments:
Post a Comment