Pages

Thursday, October 10, 2019

Deal or No Deal: Ini (Bukan) Pertarungan Terakhir AS-China

Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat masuk ke zona hijau, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Kamis (10/10/2019) dengan koreksi tipis sebesar 0,09% ke 6.023,98. Kencangnya ayunan pergerakan transaksi di meja perdagangan para trader kemarin terjadi di tengah simpang-siur arah pembicaraan perang dagang.

Pasalnya mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan Kamis di zona hijau, meski tipis: indeks Nikkei naik 0,45%, indeks Shanghai menguat 0,78%, dan indeks Hang Seng terapresiasi 0,1%. Sementara itu, indeks Straits Times dan indeks Kospi senada dengan IHSG yang jatuh masing-masing sebesar 0,05% dan 0,88%.

Tidak heran, sebagian broker memilih mentransaksikan saham-saham lapis kedua di tengah gonjang-ganjing perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang seolah tak berkesudahan ini. Saham-saham lapis dua (second liner) meroket sejak awal tahun karena ditransaksikan dalam jumlah besar.

Sentimen negatif seputar outlook perang dagang muncul setelah harian South China Morning Post (SCMP) pada Rabu malam melaporkan bahwa AS dan China menghadapi kebuntuan dalam pembicaraan tingkat deputi pekan ini, sehingga indeks kontrak futures Dow Jones anjlok lebih dari 300 poin.

Tak hanya itu, SCMP juga melaporkan bahwa pembicaraan tingkat tinggi antara Wakil Perdana Menteri China Liu He akan berlangsung hanya sehari, dan bukannya dua hari. Isu alih teknologi, yang ditolak keras China, menjadi salah satu alasannya.

Namun, kekhawatiran Wall Street agak berkurang setelah pihak Gedung Putih menjawab CNBC International dan menyatakan bahwa laporan SCMP tak akurat mengklaim bahwa Liu dijadwalkan akan meninggalkan AS pada Jumat dan menghadiri makan malam pada Kamis.

Sentimen pelaku bursa Asia pun berayun ke zona hijau, meski sebagian lain termasuk di Indonesia masih belum yakin betul dengan perkembangan tersebut.

Sentimen negatif dari dalam negeri kian memayungi pasar kemarin, setelah Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5% di 2019 ini. Angka ini turun dari prediksi April lalu, yakni 5,1%. Lembaga global ini mengatakan meski makroekonomi yang kuat telah menopang pertumbuhan, tetapi investasi tumbuh melambat.

Di sisi lain, kekhawatiran seputar pelemahan daya beli masyarakat masih memenuhi benak pelaku pasar setelah Bank Indonesia (BI) merilis Survei Penjualan Eceran (SPE) periode Agustus 2019, di mana penjualan barang-barang ritel tercatat tumbuh tipis 1,1% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Pertumbuhan tersebut melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada Juli sebesar 2,4% YoY, serta melambat jika dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (Agustus 2018) yang sebesar 6,1% YoY. Akibatnya, saham-saham konsumer kemarin terkena aksi bulan-bulanan sehingga indeks sektor barang konsumsi anjlok 1,07%.

Secara year to date, IHSG masih terkoreksi 2,3% sejak awal tahun hingga saat ini. Secara teknikal, IHSG cenderung berfluktuasi atau labil bergerak antara zona merah dan hijau di rentang sangat sempit.

BERLANJUT KE HAL 2>>>

(ags/ags)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2ODRMyu
via IFTTT

No comments:

Post a Comment