Pages

Saturday, November 16, 2019

Demi Perdamaian, Kaisar Jepang 'Bermalam' Sama Dewi Matahari

JAKARTA, CNBC Indonesia - Jepang memiliki Kaisar baru sejak Mei 2019 lalu, dia adalah Kaisar Naruhito. Pria berusia 59 tahun itu menggantikan ayahnya Akihito yang memilih turun tahta setelah memerintah Jepang selama 29 tahun.

Setelah mendapat tahta ini, Kaisar Naruhito melaksanakan ritual aksesinya yang disebut Daijosai. Dimulai Kamis (14/11/2019) malam hingga Jumat (15/11/2019) pagi.


Ritual ini diyakini perlu dilakukan untuk mendoakan perdamaian dan panen yang berlimpah kepada Dewi Matahari 'Amaterasu Omikami'. Apalagi, Kaisar Jepang juga dalam kepercayaan Shinto diyakini sebagai titisan Amaterasu.

Sebagai prosesi terakhir dalam penobatan Kaisar Naruhito dalam menggantikan ayahnya, dia harus melakukan beberapa macam ritual. Ritual dimulai sejak Naruhito memakai jubah putih dan memasuki ruangan bernama Daijokyu pada kamis (14/11/2019) malam.
Demi Perdamaian, Kaisar Jepang 'Bermalam' Sama Dewi MatahariFoto: Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Penobatan Kaisar Naruhito, Tokyo, 22 Oktober 2019 (REUTERS/Issei Kato/Pool)

Dikutip dari Reuters, Minggu (17/11/2019, ruangan ini nampak remang-remang namun memang khusus dibangun di istana kaisar. Naruhito tidak sendiri, dia memulai ritual dengan diantar oleh sang istri, Ratu Masako hingga depan pintu.

Selanjutnya, Naruhito harus masuk sendiri dengan membawa obor. Di dalamnya, Kaisar ke-126 Jepang itu menyerahkan sesaji bagi Dewa Matahari, berupa 32 makanan di atas piring daun pohon ek. Di antaranya adalah gandum, arak beras dan nasi. Pada momen itu, dia berdoa untuk kemajuan Jepang.


Prosesi ini berlangsung selama 2,5 jam. Selanjutnya, Naruhito melakukan prosesi yang sama di Daijokyu lainnya dan berakhir pada pukul 03.00 dini hari, Jumat (15/11).

Dikutip dari Reuters, ritual ini disebut-sebut merupakan pesta yang melibatkan dewi matahari dan kaisar. Juga sebagian besar penobatan memiliki unsur mistik. "Kaisar diubah dengan mengambil bagian dalam pesta ini, " kata John Breen, seorang profesor di Pusat Penelitian Internasional Studi Jepang Kyoto.


Meski disebut-sebut demi kebaikan negeri, namun dalam pelaksanaannya yang turut disaksikan Perdana Menteri Shinzo Abe dan 400 pejabat terkemuka lainnya, ritual ini dikritik oleh kaum komunis hingga pemeluk agama Kristen di Jepang karena menghabiskan anggaran negara sebesar 2,7 miliar yen atau sekitar Rp 350 miliar (estimasi kurs Rp 14.000/dolar).

(roy/roy)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/37cmeGK
via IFTTT

No comments:

Post a Comment