Kenaikan harga Emas Antam yang relatif tinggi tersebut menimbulkan ekspektasi, harga logam mulia ini berpotensi akan menuju ke level Rp 900.000/gram.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra memprediksi harga emas masih berpotensi menguat dipicu isu negosiasi dagang AS dan Tiongkok yang belum kelar. Ditambah lagi, adanya pemangkasan tingkat suku bunga acuan AS yang melemahkan dollar AS dan mengangkat harga komoditas.
"Kisaran harga pekan depan bisa antara Rp 750.000/gram-770.000/gram. Kemarin malam [Jumat malam] ada data Non Farm Payroll AS yang dirilis lebih bagus dari ekspektasi yang bisa menjadi sentimen penguatan Dollar AS dan melemahkan harga emas," kata Ariston kepada CNBC Indonesia, akhir pekan.
Pada perdagangan Senin kemarin (4/11/2019), harga emas Antam turun tipis yaitu Rp 1.000/gram (0,14%) menjadi Rp 714.000/gram dari Rp 715.000/gram pada perdagangan Sabtu pekan lalu.
Pelemahan disebabkan tensi damai dagang yang menurun seiring dengan langkah Amerika Serikat (AS)-China yang menyepakati adanya pertemuan dan optimistis hasil positif akan diraih dalam pertemuan tersebut.
Selain itu, penurunan suku bunga acuan AS pekan lalu serta ekspektasi menjauhnya ancaman resesi yang kondusif turut menekan harga emas dunia dan emas Antam.
Harga logam mulia emas sangat erat kaitannya dengan nilai tukar khususnya dolar AS, karena secara internasional perhitungan harga emas di pasar global menggunakan mata uang dolar AS. Kala greenback (dolar AS) melemah, maka harga emas akan naik di pasar spot global akan naik.
Secara tradisional emas juga sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi, ketika The Fed menurunkan suku bunga, inflasi di AS kemungkinan akan meningkat, begitu juga dengan dengan daya tarik akan emas.
Bank of America Merrill Lynch (BoA) sempat memprediksi harga emas dunia bakal menembus US$ 1.500 per troy ounce (oz) tahun ini dan US$ 2.000/oz tahun depan, dengan dibayangi kekhawatiran terhadap resesi dan perang dagang Amerika Serikat (AS)-China. Jika menyentuh level US$ 2.000/oz, maka harga emas per garam berada pada kisaran Rp 903.000/gram.
Si kuning memang sempat beberapa kali menembus level psikologis US$ 1.500/oz sejak awal Agustus 2019 dengan level tertingginya US$ 1.552/oz. Pada Jumat lalu, harga emas dunia yang diwakili harga di pasar spot sudah kembali ke atas level psikologis US$ 1.500/oz, sehingga bisa dibilang prediksi bank yang dipimpin Bryan Moynihan tersebut akurat, separuhnya.
Satu dari dua prediksi tersebut sudah terbukti joss. Namun, untuk berharap harga logam mulia tersebut dapat menembus US$ 2.000/oz tahun depan, tampaknya masih harus menempuh waktu lebih lama lagi.
Apalagi hingga akhir 2019, potensi meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar masih tetap terbuka hingga tahun depan.
Sebelumnya, David Roche, Presiden dan ahli strategi global di Independent Strategy yang berbasis di London, juga memprediksi harga emas bisa mencapai US$ 2.000 per troy ounce pada akhir tahun ini, dilansir CNBC International.
Harga tersebut setara dengan Rp 28 juta per troy ounce (Oz), dengan asumsi kurs Rp 14.100/US$.
Satu troy ounce, mengacu aturan di pasar, setara dengan 31,1 gram, sehingga besaran US$ 2.000 per troy ounce dikonversi dengan membagi tersebut dengan 31,1 gram, hasilnya US$ 64,31 per gram. Dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.100/US$, maka prediksi harga emas yakni setara dengan Rp 906.771/gram.
from CNBC Indonesia https://ift.tt/33f0A2g
via IFTTT
No comments:
Post a Comment