Pages

Monday, November 25, 2019

Saham Gorengan Diawasi Ketat, Transaksi Saham Ambles 28%

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai transaksi di pasar saham domestik terus terkikis dalam kurun waktu dua pekan terakhir. Investor tampaknya mulai khawatir kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir tahun sulit diharapkan bisa naik tinggi.

Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) rerata nilai transaksi saham sejak 7 November 2019 hingga 25 November 2019, rerata nilai transaksi harian tercatat hanya senilai Rp 6,63 triliun. Angka ini anjlok 27,92% dibandingkan rerata transaksi harian selama tahun berjalan di BEI senilai Rp 9,2 triliun.

Pada penutupan perdagangan kemarin, Senin (25/11/2019), total nilai transaksi juga tidak berhasil melebihi Rp 9,2 triliun, yakni hanya sebesar Rp 6,3 triliun.


Sentimen eksternal yang masih mempengaruhi minat investor bertransaksi di pasar saham yaitu, tarik ulur kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dan China.

Investor sepertinya masih wait and see, belum ada yang berani bermain ofensif karena menunggu perkembangan hubungan AS-China. Di satu sisi, ada harapan AS-China bisa mencapai kesepakatan damai dagang Fase I.

Akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan dirinya sudah berkomunikasi dengan Presiden China XI Jinping. Hasilnya cukup positif, di mana kesepakatan dagang diperkirakan bisa terjadi dalam waktu dekat.

"Kita akan segera memperoleh kesepakatan dengan China, mungkin sudah dekat," ujar Trump dalam wawancara bersama Fox News, seperti dikutip dari Reuters.

Namun di sisi lain, pelaku pasar juga mencemaskan ada faktor lain yang bisa mempengaruhi perjanjian damai dagang tersebut yaitu Hong Kong. Sebagai informasi, Kongres AS sudah menyetujui undang-undang penegakan hak asasi manusia di Hong Kong. Jika aturan ini diterapkan, maka AS bisa menjatuhkan embargo kepada pejabat China yang dinilai melakukan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah eks koloni Inggris tersebut.


Beijing tentu tidak terima bila AS ikut campur terlalu jauh dengan urusan dalam negeri mereka. Bisa saja intervensi AS menjadi sandungan bagi tercapainya damai dagang.

Selain itu, Trump juga menegaskan kesepakatan dengan China tidak bisa imbang. Kepentingan AS harus diutamakan, karena selama ini China dinilai telah berlaku tidak adil.

"AS menderita selama bertahun-tahun karena China mencatat surplus (perdagangan) yang begitu besar. Saya sudah mengatakan kepada Presiden Xi bahwa (kesepakatan) ini tidak bisa seimbang. Kami ada di lantai, sementara Anda sudah di langit-langit," tegas Trump dalam wawancara di Fox News.

Pada Januari-September 2019, AS mengalami defisit US$ 263,19 miliar kala berdagang dengan China. Tahun lalu, AS juga tekor US$ 419,53 miliar.

Oleh karena itu, masih ada risiko AS-China tidak bisa dipertemukan. Selama AS masih membukukan defisit perdagangan dengan China, apalagi kalau nilainya semakin parah, maka Trump bakal semakin galak dan perang dagang bisa semakin panjang.

Sementara itu, dari dalam negeri, investor menahan diri untuk melakukan transaksi seiring dengan kinerja puluhan reksa sana saham yang mencatatkan penurunan performa pada bulan ini.

Mengacu data Infovesta Utama, pada 1-18 November 2019, terdapat 18 produk reksa dana yang menorehkan kinerja negatif cuku ektrim karena imbal hasil yang ditorehkan anjlok 30%.

Merespons kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan akan mengawasi aset dasar (underlying asset) produk reksa dana.

"Ya nanti kita lihatlah, kalau ada beberapa temuan. Sekarang kita bisa mengawasi itu dari sisi portfolionya dibantu oleh tim KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) ada s-Invest jadi mulai dari mark to market [harga pasar], market monitor, terus compliance terhadap beberapa regulasi terkait dengan produk," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen, di Jakarta, Kamis (21/11/2019).


Langkah OJK memperketat pengawasan transaksi saham tersebut membuat aktivitas perdagangan saham mengalami penurunan.

Transaksi saham lapis tiga, atau biasa disebut saham gorengan, yang terkendala beberapa kebijakan penertiban pasar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Awalnya diprediksi hanya berdampak kecil di pasar, ternyata setelah adanya pengetatan batasan pinjaman transaksi saham-saham tersebut di perusahaan broker serta adanya wajib lapor bagi asuransi dan dana pensiun yang sempat menitipkan sahamnya di portofolio reksa dana, turut berdampak signifikan yaitu 24,34% tadi pada ciutnya transaksi pasar saham.

Satu hal yang pasti, November memang tidak memiliki tren sebagai bulan yang positif dalam 10 tahun terakhir. Pada periode 1 dasawarsa tersebut, terlihat bahwa IHSG hanya mampu positif pada 3 tahun, yaitu pada 2009, 2014, dan 2018. Sisanya, dapat ditebak, yaitu melemah.

Namun, tidak sedikit yang siap mengambil kesempatan dan memanfaatkan tren November yang terkoreksi. Zulfa Hendri, Direktur Utama PT Majoris Asset Management, menilai tren koreksi pada November justru membukakan pintu kesempatan bagi investor dan trader untuk masuk ke pasar saham, dan dapat merealisasikan keuntungan pada awal tahun depan.

Transaksi Saham Lapis Ketiga Anjlok
[Gambas:Video CNBC]


Dengan dasar tren tersebut, tuturnya, perusahaan manajer investasi yang dia pimpin juga memanfaatkan momentum dengan agresivitas yang sama di pasar saham dan pasar obligasi.

"Nanti baru dievaluasi di kuartal I-2020, apakah akan terus agresif atau ada perkembangan lain," ujarnya pada pekan lalu (18/11/19).

Dia juga mengatakan di awal 2020, pelepasan portofolio di pasar saham dapat disamakan momentumnya dengan tren penguatan awal tahun yang biasa disebut January Effect dan musim rilis kinerja keuangan periode akhir 2019 serta musim 'hujan dividen' yang akan diumumkan di akhir kuartal I-2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA (hps/hps)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/34wNVbu
via IFTTT

No comments:

Post a Comment