Pages

Tuesday, November 5, 2019

Sentimen Positif Dunia Bisa Angkat Pasar Domestik Lebih Lama

Jakarta, CNBC Indonesia - Data pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal III-2019 yang di atas ekspektasi sukses mendorong pasar saham menguat signifikan pada perdagangan kemarin.

Angka peningkatan produk domestik bruto (PDB) yang mencerminkan pertumbuhan ekonomi dinyatakan Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 5,02%, di atas ekspektasi pelaku pasar yang disurvei Bloomberg sebesar 5% dan setara dengan survei yang dihimpun CNBC Indonesia di angka yang sama yaitu 5,02%.


Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), indeks acuan utama domestik yang berisi seluruh saham yang tercatat di bursa, menguat 0,8% menjadi 6.264 pada perdagangan kemarin. Sejak awal perdagangan, indeks tidak pernah masuk zona merah dan ketika data pertumbuhan ekonomi diumumkan, penguatan indeks semakin kencang sebelum turun minum.

Seluruh indeks sektoral yang berjumlah sembilan berkontribusi pada kinerja positif indeks utama kemarin, dipimpin oleh agribisnis yang naik 1,98%, aneka industri 1,96%, dan keuangan 1,94%. Sektor perkebunan tampaknya masih didukung oleh kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) global yang masih ngetril dan memperpanjang tren yang terjadi setidaknya sejak awal Juli.


Harga CPO menguat hingga RM 2.560/ton kemarin RM 1.937/ton pada 10 Juli di Bursa Malaysia terutama karena rencana penerapan biodiesel B30 di Indonesia dan B20 di Negeri Jiran Malaysia yang dapat meningkatkan konsumsi minyak sawit.

Faktor lain adalah kekeringan panjang yang melanda Asia Tenggara tahun ini sehingga diprediksi dapat mengganggu pasokan hingga tahun depan, yang ditambah faktor pemangkasan penggunaan pupuk di Malaysia serta kabut dari kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia dapat mengganggu tingkat produksi dan kualitas produk CPO yang dihasilkan.

Kejutan dari IHSG tidak hanya terjadi pada sesi pagi, tetapi juga terjadi lagi setelah penutupan. Pada periode pascapenutupan pasar (post-trading), serentetan saham unggulan (blue chips) menguat signifikan secara tiba-tiba dan sukses melambungkan kembali indeks saham utama domestik tersebut hingga ditutup di 6.264.

Tercatat, sekurangnya ada 11 saham blue chips yang 'ditarik' di akhir perdagangan dan mengindikasikan adanya pembentukan harga pasar di akhir perdagangan (marking the close). Periode post-trading, merupakan kondisi di mana harga penutupan ditentukan berdasarkan masuknya perintah jual-beli pada sesi pra-penutupan.

Pada post-trading tersebut, pelaku pasar sudah tidak dapat membentuk harga lagi tetapi bisa memasukkan perintah jual-beli berdasarkan harga penutupan final yang dikeluarkan bursa, hasil transaksi dari periode pra-penutupan.

 


Kemarin, saham-saham yang menguat tersebut adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).

Saham lain adalah PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Indofood Sukes Makmur Tbk (INDF), dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).

Penguatan ternyata tidak hanya terjadi di pasar saham, karena obligasi rupiah pemerintah di pasar dan rupiah juga menguat sehingga mencerminkan apresiasi pelaku pasar terhadap angka pertumbuhan ekonomi.

Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga surat utang negara (SUN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 2,3 basis poin (bps) menjadi 6,97%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Karena aktivitas di pasar sekunder SUN positif, pemerintah mendapati minat dari peserta lelang menguat pada penerbitan melalui lelang rutin kemarin. Dalam lelang itu, Kementerian Keuangan menerbitkan SUN senilai Rp 24,25 triliun dalam lelang rutin kemarin, di atas rerata penerbitan dalam setiap lelang sejak awal tahun Rp 21,66 triliun.

Tingginya angka penerbitan mencerminkan masih diminatinya pasar di tengah penguatan harga efek utang serupa di pasar sekunder. Meskipun lebih tinggi daripada rerata penerbitan sejak awal tahun, nilai tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan lelang sebelumnya yang digelar pada 22 Oktober.

Nilai penerbitan tersebut ditetapkan setelah pemerintah menerima penawaran peserta lelang hari ini yang mencapai Rp 67,97 triliun, yang juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan rerata lelang sejak awal tahun. Sebagai pembanding, angka penawaran dalam lelang sebelumnya Rp 73,86 triliun.

Dalam gelaran lelang tersebut, turut ditawarkan seri yang bakal menjadi seri acuan tahun depan yaitu FR0083 yang akan bertenor 20 tahun pada 2020, atau artinya akan jatuh tempo pada 2040. Kupon seri tersebut ditetapkan 7,5% per tahun dan dijual pada tingkat imbal hasil (yield) tertimbang 7,66% dengan nilai penerbitan Rp 4 triliun.

Penguatan pasar saham dan obligasi kemarin tentunya didukung oleh penguatan rupiah yang berhasil menembus level psikologis Rp 13.965/dolar AS setelah menguat 0,32% sepanjang hari. Rupiah berhasil menguat terhadap dolar AS ketika greenback, julukan dolar AS, juga menguat terhadap mata uang utama dunia.

Posisi dolar AS yang menguat terhadap enam mata uang utama dunia kemarin tercermin dari Dollar Index hingga naik menjadi 97,9 dari posisi 97,6 pada hari sebelumnya.

Dollar Index dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya, yang dibentuk dari posisi greenback, sebutan lain dolar AS, terhadap enam mata uang yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

 

[Gambas:Video CNBC]

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/33vmM8J
via IFTTT

No comments:

Post a Comment