Laporan ini langsung direspons oleh Pemprov Bali. Kepala Dinas Pariwisata Bali, Putu Astawa mengatakan kondisi ini sangat merugikan, dan harus segera diatasi.
"Harapan kita sih nggak, karena rugi kalau sampai lari mengalih tamu yang semula ke Bali lalu mengalih ke negara lain nanti kita kan rugi, saya nggak mau. Karena (pariwisata) Bali itu senjata ekonomi kita, kalau itu sampai hilang terjadi pengangguran. Ini harus kita rajin memelihara sumber penghidupan kita di pariwisata, begitu ada api harus cepet-cepat dipadamkan," katanya seperti dikutip dari detikcom, Kamis (25/9/2019).
Negara-negara di Asia Tenggara banyak yang menjadi kompetitor bagi pariwisata Bali. Polemik soal pasal perzinaan di RKUHP pun rentan dimanfaatkan kompetitor sehingga pihaknya cepat-cepat memberikan penjelasan.
"Pariwisata memang sensitif dengan isu-isu karena kita memasuki era persaingan yang begitu ketat ya, bisa saja nanti dimanfaatkan oleh pesaing-pesaing kita untuk memanfaatkan situasi ini. (Kompetitor Bali) Ada Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam sekarang sudah hebat loh dari sisi jumlah kunjungan. Makanya kita kan harus waspada tidak boleh terlena dengan sanjungan-sanjungan, pujian-pujian," ujar Astawa.
Selain itu, PHRI sempat mengingatkan ke pemerintah dan DPR agar hati-hati dalam menyusun dan mengesahkan undang-undang baru. Bila tak hati-hati, dampaknya seperti Rancangan Revisi KUHP (RKUHP) atau RUU KUHP.
Wakil Ketua PHRI Sudrajat mengatakan semenjak kehebohan soal RUU KUHP, para anggotanya di Bali, banyak menerima pembatalan kunjungan menginap di hotel oleh turis asing. Para turis asing lebih memilih pindah ke Thailand.
"Sudah ada informasi sudah ada turis yang pindah harusnya ke Bali pindah ke Thailand, dampak informasi kemarin soal RUU KUHP," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (25/9)
"Jadi pesan kami, kalau mau buat regulasi yang menyangkut publik jangan buru-buru, ikutkan masyarakat," tambahnya.
Ia mengatakan selain terburu-buru, dunia usaha khususnya hotel, sejauh yang ia tahu, pengusaha hotel tak dilibatkan terkait masukan atau saran soal RUU KUHP. Apalagi di dalam menyangkut soal privasi yang sensitif bagi dunia pariwisata.
"Pariwisata biasanya peka dengan masalah yang menyangkut privasi," katanya.
PHRI) Bali pernah mengungkap terdapat pasal-pasal yang 'digoreng" oleh media asing tanpa dilakukan penjelasan lebih lanjut oleh pasal atau ayat lain dalam RUU KUHP. Sehingga menimbulkan persepsi negatif dari negara-negara lain, terutama soal masalah privasi.
Pada pasal 417 terdapat aturan yang melarang persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istri dengan sanksi penjara paling lama satu tahun atau denda kategori II. Selain itu ada tambahan pasal 419 yang melarang pasangan belum menikah, hidup bersama dapat dipenjara paling lama enam bulan atau denda kategori II. Denda tersebut bernilai sekitar Rp 50 juta.
(hoi/hoi)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2mKbKvE
via IFTTT
No comments:
Post a Comment