Sejumlah isu yang menjadi sorotan para demonstran adalah pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penolakan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUKHP), kebakaran hutan dan lahan, situasi Papua yang memanas, dan sebagainya. Masyarakat menilai pemerintah dan DPR lambat bahkan tidak mendengar suara mereka terhadap isu-isu besar itu.
Well, demonstrasi adalah hak dan negara wajib melindunginya. Namun masalahnya adalah terkadang aksi damai bisa berujung pada kericuhan.
Misalnya dua hari lalu. Aksi yang berlangsung aman dan damai berganti menjadi kekerasan dan perusakan terhadap sejumlah fasilitas umum. Jadi risiko gangguan keamanan memang bakal melekat selama keresahan sosial (social unrest) ini belum tertangani dengan tuntas.
Demonstrasi tidak hanya berdimensi sosial-politik-keamanan, tetapi juga ekonomi. Ketika demonstrasi berubah menjadi aksi kekerasan dan vandalisme, dunia usaha tentu cemas. Kerugian tidak dapat dihindari.
Tidak cuma pengusaha sektor riil, pelaku pasar keuangan tentu kurang nyaman ketika situasi sosial-politik-keamanan terus memanas. Tidak heran investor (terutama asing) cenderung meninggalkan Indonesia selama periode penuh keresahan akhir-akhir ini.
Akibatnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terdepresiasi. Demokrasi memang gaduh, tetapi kadang kegaduhan itu sulit diterima oleh pelaku pasar.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
(aji/aji)
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2oqLjMb
via IFTTT
No comments:
Post a Comment