Pages

Thursday, November 7, 2019

AS-China Adem, Bursa Saham Asia Malah Terkoreksi

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia melaju di zona merah pada perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (8/11/2019).

Hingga berita ini diturunkan, indeks Hang Seng turun 0,36%, indeks Straits Times jatuh 0,63%, dan indeks Kospi terkoreksi 0,17%. Sementara itu, indeks Nikkei naik 0,48% dan indeks Shanghai menguat 0,28%.

Mayoritas bursa saham Benua Kuning melemah kala ada sentimen yang begitu positif terkait kesepakatan dagang tahap satu AS-China. China mengabarkan bahwa pihaknya telah mencapai kesepakatan dengan AS untuk menghapuskan bea masuk tambahan yang sudah dikenakan oleh masing-masing negara selama perang dagang berlangsung, seperti dilansir dari CNBC International.


Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengabarkan bahwa kedua belah pihak telah setuju untuk secara bersama-sama menghapuskan bea masuk yang menyasar produk impor dari masing-masing negara senilai ratusan miliar tersebut.

Dirinya kemudian menambahkan bahwa kedua belah pihak kini telah semakin dekat untuk menandatangani kesepakatan dagang tahap satu, menyusul negosiasi yang konstruktif dalam dua pekan terakhir.

Aksi ambil untung menjadi faktor yang membebani kinerja bursa saham Benua Kuning. Pada perdagangan kemarin (7/11/2019), seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak ditutup di zona hijau.

Lebih lanjut, perekonomian Hong Kong yang kini sedang amburadul ikut membuat pelaku pasar saham Asia memasang posisi defensif.

Pada pekan lalu tepatnya hari Kamis (31/10/2019), Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di sana selama nyaris lima bulan sukses menekan laju perekonomian dengan sangat signifikan, seiring dengan terkontraksinya sektor pariwisata dan ritel. Untuk diketahui, aksi demonstrasi besar-besaran yang dalam beberapa waktu terakhir terjadi di Hong Kong pada awalnya dipicu oleh penolakan terhadap RUU ekstradisi.

Memasuki kuartal IV-2019, tekanan terhadap perekonomian Hong Kong terbukti belum mengendur, bahkan justru bertambah parah. Pada hari Selasa (5/11/2019), Manufacturing PMI Hong Kong periode Oktober 2019 dirilis oleh Markit di level 39,3, jauh di bawah konsensus yang sebesar 43,6, seperti dilansir dari Trading Economics.

Melansir World Economic Outlook edisi April 2018 yang dipublikasikan oleh International Monetary Fund (IMF), Hong Kong merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar ke-35 di dunia. Walaupun tidak sebesar AS dan China yang kini tengah terlibat perang dagang, tentu posisi Hong Kong di tatanan perekonomian dunia tak bisa dianggap sepele.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)

Let's block ads! (Why?)



from CNBC Indonesia https://ift.tt/2qz9mto
via IFTTT

No comments:

Post a Comment