"Kalau misalnya ada kenaikan atau penurunan produksi, sebesar 5% di SKT [Sigaret Kretek Tangan] itu, itu bisa mengakibatkan pemutusan kerja sampe 7.000 karyawan. Itu mestinya yang harus dihitung," kata dia kepada CNBC Indonesia, Rabu (23/10/2019).
Untuk diketahui, Indonesia memiliki tiga jenis cara dalam menghasilkan sigaret atau rokok, yakni Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan.
Budidoyo mengatakan, bahwa jenis rokok yang banyak di pasaran saat ini yakni berjenis SKT atau Sigaret Putih Tangan.
Dia mencontohkan apabila ada kenaikan cukai sebesar 5% saja pada cukai SKT, hal itu tentu akan membuat beban produksi meningkat dan pada akhirnya bisa merumahkan 7.000 karyawan.
Sementara, dalam beleid Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang baru diterbitkan pekan ini, tarif CHT pada SKT naik 12,84% per 1 Januari 2020. Artinya potensi pemecatan karyawan pada industri rokok bisa melonjak lebih tinggi dari 7.000 karyawan.
Dalam PMK terbaru ini, rata-rata kenaikan tarif CHT tahun 2020 sebesar 21,55%. Angka ini di bawah kenaikan tarif yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebesar 23% di Istana, beberapa waktu yang lalu.
Adapun tarif CHT Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29% dan Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95%.
from CNBC Indonesia https://ift.tt/2MJGx6l
via IFTTT
No comments:
Post a Comment